Geliat ekonomi digital yang kian merekah di daerah

Surabaya, Di tengah kondisi perekonomian nasional yang masih tertekan, ada sejumlah sektor yang masih mengalami pertumbuhan signifikan. Salah satunya adalah ekonomi digital.

Masuknya era industri 4.0 dinilai menjadi salah satu pendorong sektor digital yang kian massif di sejumlah sektor industri. 

Potensi besar ekonomi digital juga diakui Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Dia  memproyeksikan Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar nomor 9 di dunia pada 2030.

Menurut dia, potensi tersebut berpeluang terjadi lantaran Indonesia saat ini menjadi salah satu dari 16 negara dengan produk domestik bruto terbesar di dunia. 

“Tidak ada keraguan bahwa dunia sekarang berubah dari ruang fisik menjadi ruang digital, jadi Indonesia harus bersiap untuk mengubah dirinya menjadi era digital. Indonesia memiliki lanskap digital yang sangat dinamis, di mana saat ini ada 171,2 juta orang aktif menggunakan internet dan 355,5 juta langganan seluler, ada 26 juta UKM yang diproyeksikan go online pada tahun 2022,” ujarnya.

Johnny berujar, Indonesia memiliki pasar digital yang sangat luas sehingga diproyeksikan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, baik secara regional maupun global. Hal itu diperkuat oleh adanya empat perusahaan rintisan (startup) berstatus unikorn dan satu perusahaan dekakorn.

Hal yang sama juga dikatakan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Menurutnya, ekonomi digital akan menjadi sektor yang berkontribusi besar bagi ekonomi Indonesia di masa depan.

Ada empat alasan kenapa hal tersebut bisa terjadi. Pertama, 94,3 juta UMKM di Indonesia belum betul-betul tergarap dan akan bisa dioptimalkan dengan digitalisasi.

“Jangan puas hanya memasukkan mereka ke sektor keuangan. Targetnya adalah inklusi ekonomi dan haru menjadi outcome yang ingin kita cari. Bagaimana mereka dikembangkan dari sumber-sumber ritel, tidak hanya bisnis, lapangan kerja dan sektor lainnya,” ujarnya.

Kedua, dunia berubah. 55% populasi Indonesia adalah milenial di mana mereka akan menjadi semakin dewasa dan semakin kaya. Generasi ini ingin makan tapi di kamar tidur. Milenial generasi yang punya komunitas untuk membangun usaha.

“Mereka tidak biasa menjadi pegawai negeri. Mereka meng-create bisnis. Ini lah sumber startup, yang dapat mengkolaborasi untuk membangun ekonomi digital Indonesia,” jelasnya.

Ketiga, digital/teknologi platform sangat cepat dan sangat mudah meskipun perlu investasi besar. Digital mempermudah kreatif model. Keempat, garis kebijakan Presiden Joko Widodo yang mendorong UMKM menjadi korporasi melalui technically upgrading digital.

Terkait potensi ekonomi digital di Tanah Air, Co-founder & Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca mengatakan, dalam 4 tahun terakhir, terjadi ledakan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Google, Temasek, dan Bain Company memperkirakan GMV ekonomi berbasis internet Tanah Air telah menembus US$40 miliar pada 2019, dan diprediksi bakal menyentuh US$133 miliar pada 2025. 

“Indonesia adalah pasar digital terbesar di Asia Tenggara, berkontribusi terhadap 40% dari ekonomi internet di regional. Dalam menarik uang investor, Indonesia menempati peringkat kedua setelah Singapura. Industri digital Indonesia juga melahirkan lebih banyak unikorn dibanding negara lain di Asia Tenggara. Perusahaan dari negara lain sulit meraih status unikorn tanpa hadir di Indonesia,” jelas Willson.

Dipaparkannya, iIndustri digital adalah perekonomian yang berbasis penguasaan teknologi dan pengetahuan (knowledge based economy), bukan bertumpu pada penguasaan aset. Ini membuka kesempatan yang sama bagi perusahaan-perusahaan rintisan untuk mengambil peran sentral dalam membangun ekonomi digital Indonesia bersama korporasi raksasa dan perusahaan multinasional.

Para founder lokal, Willson bilang, membangun perusahaannya di atas fondasi ekonomi digital Indonesia, yaitu kecepatan adaptasi penduduk Tanah Air dengan aplikasi mobile. Ada sekitar 140 juta penambahan pengguna Internet di Indonesia di tahun 2009-2019. Hampir semuanya mengenal dunia maya melalui smartphone. Dengan melibatkan mereka ke dalam perekonomian digital, Indonesia bisa mengubah bonus demografi menjadi dividen demografi. Mengubah potensi menjadi realisasi.

“Memasuki dekade baru, kami yakin roda transformasi digital di Indonesia akan terus bergerak kencang. Karena itu, semangat startup harus terus dipupuk untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dimulai dengan keadilan digital bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkapnya.

Sekadar diketahui, East Ventures adalah investor startup tahap awal pertama di Indonesia yang telah beroperasi sejak 2009. Melalui investasinya di 170 startup digital di Asia Tenggara –yang 130 di antaranya lahir dan beroperasi di Indonesia– East Ventures adalah salah satu modal ventura berkinerja terbaik di dunia dan konsisten memberikan IRR (Internal Rate of Return) yang tinggi.

East Ventures bekerja bersama para pendiri startup untuk membangun ekosistem digital Indonesia dari nol sejak hari-hari pertama. Melihat peluang sejak awal, perusahaan adalah pemodal ventura pertama yang berinvestasi di dua startup Indonesia yang kini telah berstatus unicorn yaitu Tokopedia dan Traveloka.

Perusahaan kemudian mengembangkan aktivitas investasinya dengan mendukung startup dari beragam industri seperti industri penunjang e-commerce Waresix (logistik), Xendit (pembayaran), Kudo (offline to online), Sirclo dan Shopback (pendukung e-commerce), dan Sociolla (new retail produk kecantikan). Perusahaan juga berinvestasi di startup media dengan beragam sasaran pembaca seperti IDN Media (milenial dan gen-Z), Tech in Asia (industri teknologi) dan Katadata (bisnis dan ekonomi). 

Portofolio lain East Ventures adalah startup yang menyediakan platform teknologi bagi UKM seperti Mekari (akuntansi, pajak, dan payroll), Moka (point-of-sale), CoHive (co-working), new retail seperti Warung Pintar (FMCG) dan Fore Coffee (on-demand coffee chain), serta sektor transformasi digital seperti Advotics (analisis rantai pasok) dan Nodeflux (computer vision dan AI).

Penguatan ekonomi digital daerah

Tak hanya secara nasional, geliat ekonomi digital juga terlihat di daerah, khususnya kota-kota besar di Tanah AIr. Wilayah Surabaya misalnya, seiring dengan geliat perekonomian di kota ini, investasi di sektor digital mengalami tren peningkatan.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Surabaya, M Taswin memyatakan, pihaknya ingin mengoptimalkan peluang investasi di era serba digital ini, baik bagi para pelaku usaha baru, maupun yang sudah ada. “Ekonomi digital memberikan harapan baru bagi negeri ini, terutama dengan kelahiran perusahan-perusahaan rintisan yang berjaya menggaet investor global,” kata Taswin.

Taswin memastikan, Pemkot Surabaya terus berupaya untuk menstimulus kelahiran usaha-usaha rintisan digital setaraf global. Harapannya, muncul ide-ide baru yang dapat mendorong capaian iklim dan realisasi investasi di Kota Surabaya yang berkelanjutan.

Diakuinya, saat ini aktivitas perekonomian khususnya investasi secara global telah didominasi oleh digital di berbagai aspek atau sektor. “Ekonomi digital memberikan harapan baru bagi negeri ini, terutama dengan kelahiran perusahan-perusahaan rintisan yang berjaya menggaet investor global,” katanya.

Potensi investasi digital di Surabaya juga terlihat dari disuntikkannya investasi oleh East Ventures kepada startup jaringan ritel kuliner sehat yang berbasis di Surabaya, Greenly. Pendanaan tahap awal (seed funding) itu diikuti beberapa investor individu (angel investors).

Perusahaan berencana menggunakan dana segar itu untuk inovasi produk, pengembangan teknologi, serta memperluas jaringannya di Surabaya. Greenly juga bakal ekspansi ke kota lain.

Salah satu komponen utama dari strategi Greenly yakni mengintegrasikan konsep ritel baru dengan pendekatan Online to Offline (O2O). Dengan konsep ini, Greenly mengadopsi pola penjualan multikanal melalui gerai fisik dan pesan-antar makanan.

“Kepercayaan kami kepada founder di luar Jakarta telah dibuktikan sebelumnya oleh keberhasilan IDN Media yang berekspansi dari Surabaya ke seluruh Indonesia,” jelas Willson Cuaca.

Sementara itu berdasarkan laporan East Ventures-Digital Competitiveness Index atau EV-DCI 2020, Surabaya menempati posisi ketiga dari 24 kota dengan daya saing terbesar di Indonesia. Secara spesifik, Kota Pahlawan itu menempati peringkat tinggi dalam kategori transaksi uang elektronik dan PDRB subsektor logistik.

Kedua kategori tersebut menjadi fondasi bisnis Greenly, yang lebih dari 50% penjualannya melalui pesan-antar berbasis digital seperti Gojek dan Grab. 

Sekadar diketahui, EV-DCI atau Daya Saing Digital merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kondisi ekonomi digital di wilayah Indonesia berdasarkan tiga aspek. Ketiganya adalah aspek input yang mencakup sejumlah pilar utama yang mendukung terciptanya ekonomi digital, aspek output yang menggambarkan sejumlah pilar terkait ekonomi digital yang dihasilkan, serta aspek penunjang yang mendukung secara tidak langsung pengembangan ekonomi digital. 

Berdasarkan ketiga aspek tersebut (input, output dan penunjang), secara umum EV-DCI Indonesia bernilai 27,9. Dengan skala 0-100, angka ini memperlihatkan bahwa daya saing digital Indonesia masih terbilang rendah. Artinya, dengan jumlah penduduk 264 juta jiwa dan pengguna internet 171 juta pelanggan pada 2018, Indonesia masih memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital.

Berdasarkan EV-DCI, Jakarta merupakan kota terbaik untuk menunjang perkembangan bisnis perusahaan digital. Maka pendiri startup di luar Jakarta, harus bisa beradaptasi cepat dan expansi ke ibu kota.

Secara regional, rata-rata daya saing digital provinsi yang terletak di pulau Jawa merupakan yang terbaik, jauh melampaui wilayah lainnya. Posisi terendah di Jawa, yakni Jawa Tengah hanya kalah dari Kalimantan Timur dan Bali. Sisanya, wilayah lain di luar Jawa memiliki daya saing lebih rendah dibandingkan daerah-daerah di pulau Jawa. 

Hal ini juga mengindikasikan bahwa sebaran ketimpangan daya saing digital bukan terjadi antara wilayah Barat dan Timur Indonesia, atau antara kota besar dan kota kecil. Namun, ketimpangan lebih terjadi antara wilayah Jawa dan non-Jawa. Pasalnya, wilayah selain Jawa memiliki sebaran yang cukup merata untuk daya saing digital.

Dalam EV-DCI 2019, Jawa Timur berada di posisi 3 nasional di bawah DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat. 

Pilar perekonomian Jawa Timur di sektor informasi dan komunikasi tergolong tinggi bila dibandingkan provinsi lain di Indonesia (ke-2), kecuali dengan DKI Jakarta. PDRB sektor ini juga cukup tinggi disertai UMK sektor informasi dan komunikasi di Jawa Timur yang tertinggi ke-2 di Indonesia, setelah Jawa Barat. Kendati memiliki kekuatan dari segi SDM berkemampuan digital, Jawa Timur memiliki rasio ketenagakerjaan digital yang masih kecil (10,9). Karena itu, untuk meningkatkan perekonomian, Jawa Timur dapat memulai dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja di sektor TIK.

Sumber: kabarbisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only