Industri Otomotif Terpuruk, Pemerintah Diminta Pangkas 50 Persen PKB

JAKARTA–Pandemi Covid-19 membuat industri otomotif ikut terpuruk dan butuh perhatian pemerintah.

Karena itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) meminta sejumlah stimulus, salah satunya pemangkasan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

PKB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan kendaraan. PKB dibayar saat konsumen membeli mobil baru yang biasanya dimasukkan dalam komponen harga ritel dan setiap tahun semasa kepemilikan.

Dilansir CNNIndonesia.com, Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengayakan, stimulus diskon PKB menjadi ‘timbal balik’ lantaran anggotanya tetap berjuang menjaga roda industri otomotif tetap bergerak semasa pandemi untuk menghidupi banyak masyarakat Indonesia yang bekerja di dalamnya.

“Kepada pemerintah kami meminta bahwa saat ini industri otomotif kami menderita. Cuma kami mengharapkan bahwa setelah lewat Covid-19 industri otomotif mesti tetap diperhatikan,” kata Nangoi dalam diskusi virtual akhir pekan kemarin.

Nangoi menyampaikan pihaknya meminta penurunan PKB mulai dari 30 persen sampai 50 persen. Permintaan itu sudah disampaikan melalui surat kepada pejabat daerah.

“Kami sudah bekerjasama dan mengirim surat ke gubernur seluruh Indonesia dan di copy ke Mendagri. Kami minta supaya pajak kendaraan bermotor itu direlaksasi kalau sekarang 10-12,5 persen itu diberikan relaksasi sehingga turun 30-50 persen,” kata dia.

Selain soal PKB stimulus lain yang diharapkan yakni pengaturan ulang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ekspor kepada perusahaan untuk KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). Selanjutnya diminta pula secara signifikan mengurangi proses restitusi pajak.

Ia juga meminta penambahan waktu jatuh tempo dokumen form D untuk kebutuhan importasi dari 1-3 hari menjadi 2-3 pekan karena sebagian negara tengah menerapkan lockdown.

Selanjutnya permintaan soal relaksasi demurage atau biaya yang dipungut perusahaan pelayaran kepada importir bila belum menaikkan atau menurunkan kontainer ke kapal dalam waktu yang telah disepakati hingga satu bulan.

“Hapus juga LarTas (larangan dan pembatasan)” kata Nangoi.

Permintaan lain, Nangoi mengatakan tidak ada tarif penggunaan minimum PLN dan gas serta transaksi menggunakan rupiah bukan dolar Amerika Serikat. Selanjutnya memudahkan proses perpanjangan izin dan mengoptimalkan kapasitas produksi terpasang, serta meminta prinsipal untuk memindahkan pesanan.

Sumber : korankaltim.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only