Syarat dan Ketentuan Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali

Apabila wajib pajak masih belum puas dengan putusan banding, terdapat upaya hukum yang bisa diambil wajib pajak. Upaya hukum yang dimaksud adalah peninjauan kembali yang dapat diajukan kepada Mahkamah Agung melalui kepaniteraan Pengadilan Pajak.

Syarat dan ketentuan pengajuan permohonan peninjauan kembali diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) juncto Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (UU Mahkamah Agung).

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, permohonan peninjauan kembali tidak akan menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

Permohonan peninjauan kembali juga dapat dicabut sebelum Mahkamah Agung memutus perkara. Apabila sudah dicabut, permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Berdasarkan Pasal 90 UU Pengadilan Pajak, hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam UU Mahkamah Agung, kecuali diatur khusus dalam UU Pengadilan Pajak.

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu,
  2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda,
  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus mengabulkan sebagian atau seluruhnya dan menambah pajak yang harus dibayar,
  4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, atau
  5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengajuan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan, dihitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat, adanya putusan hakim pengadilan pidana yang memperoleh kekuatan hukum tetap, ditemukannya bukti-bukti baru, dan sejak putusan dikirim.

Merujuk Pasal 68 UU Mahkamah Agung, permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Bila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Permohonan diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan alasan yang dijadikan dasar permohonan.

Berdasarkan pada Pasal 93 ayat (2b) UU Pengadilan Pajak, Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan dua ketentuan jangka waktu. Pertama, apabila pengambilan keputusan dilakukan melalui pemeriksaan acara biasa, Mahkamah Agung akan mengambil keputusan dalam jangka waktu enam bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima.

Kedua, dalam hal putusan Pengadilan Pajak dilakukan melalui pemeriksaan acara cepat, Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutus dalam jangka waktu satu bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut. Namun, apabila menolak permohonan peninjauan kembali, putusan tersebut akan menguatkan putusan Pengadilan Pajak.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only