Diskon Jumbo PPh Belum Tentu Bantu Perusahaan

Pemerintah akan memperbesar diskon angsuran PPh Pasal 25 dari 30% menjadi 50%

JAKARTA. Pemerintah menambah diskon pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk meringankan dunia usaha menghadapi krisis. Jika semula diskon PPh berlaku 30% menjadi 50%. Pemerintah berharap kebijakan ini menambantu cash flow perusahaan sehingga mengungkit perekonomian di semester II-2020 ini.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal Kamis (6/8) menjelaskan, Kementerian Keuangan saat ini menyusun revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) insentif pajak dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini. Tapi Yon belum bisa memastikan kapan beleid ini terbit.

Sebelumnya, insentif pajak tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.03/2020. Beleid ini merupakan perubahan dari PMK Nomor 44/PMK.03/2020, yang memperluas cakupan wajib pajak (WP) penerima insentif. Sedangkan PMK 44/PMK.03/2020, merupakan perubahan dari PMK Nomor 23/PMK.03/2020.

Awalnya, insentif ini hanya dinikmati 102 klasifikasi lapangan usaha (KLU). Kemudian diubah sehingga penerima insentif menjadi 846 KLU, dan ditambah lagi jadi 1.013. KLU lewat revisi beleid ketiga.

Yon menjelaskan, PPh Pasal 25 merupakan bagian yang diperhitungkan sebagai potensi penerimaan pajak yang akan hilang atau potential loss dan berdampak pada shortfall penerimaan pajak. Karena itu meski diskon PPh Pasal 25 diperbesar, pemerintah tidak menambah alokasi anggaran untuk insentif.

Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemkeu Yuniarwansyah menambahkan seluruh wajib pajak dapat memanfaatkan fasilitas ini. Termasuk perusahaan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Untuk emiten, sepanjang memenuhi ketentuan KLU tetap mendapatkan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 50% katanya.

Kebutuhan berbeda

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai tambahan diskon angsuran PPh Pasal 25 menjadi 50% tidak memukul rata kebutuhan seluruh wajib pajak Badan. Sebab, pandemi ini membuat banyak perusahaan rugi.

Hariyadi menilai, dengan kondisi cash flow beberapa perusahaan yang nyaris habis, berapapun besaran diskonnya tidak akan berpengaruh.

Ia mencontohkan, sektor pariwisata seperti perhotelan yang juga masuk dalam KLU penerimaan insentif pajak. Sampai saat ini industri pariwisata belum sepenuhnya berjalan. Alhasil penghasilan perusahaan sektor ini belum memberikan keuntungan di tahun ini.

“Untuk beberapa sektor tidak efektif karena rugi. Akibatnya, bisa lebih bayar nantinya. Namun tidak, 100% sektor usaha merugi. Insentif ini berguna juga bagi perusahaan yang masih mencatatkan laba di tahun ini, sehingga mereka bisa memanfaatkan sisa kewajiban PPh 25 yang sudah diberi diskon untuk keperluan ekspansi misalnya,” katanya.

Karena itu ia berharap insentif perpajakan ini bisa menyesuaikan kebutuhan setiap sektor usaha. “Karena dalam kondisi pandemi saat ini, kebutuhan insentif perusahaan tidak bisa disamaratakan,” ujar dia.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only