Longgarkan Belanja Pajak Demi Memikat Investasi

Pemerintah mengklaim belanja pajak tahun ini tak kurang dari Rp 250 triliun

JAKARTA. Pemerintah hingga kini terus berusaha agar pertumbuhan ekonomi tidak terkontraksi hingga akhir tahun. Targetnya pertumbuhan ekonomi bisa positif pada tahun depan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggenjot investasi ke dalam negeri.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyatakan, sebagai penyumbang kedua terbesar pertumbuhan ekonomi, investasi memang harus digenjot. Salah satunya adalah lewat insentif fiskal, meski dengan cara ini penerimaan pajak bakal lemah tahun ini, dan bisa membuat rasio pajak (tax ratio) dibawah 9% dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini dan berlanjut pada kisaran 8,25%-8,63% dari PDB tahun depan.

Namun demikian pemerintah sudah menjatuhkan pilihannya. Salah satu insentif pajak adalah penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan drai 25% menjadi 22%. “Kami melihat dalam jangka panjang perpajakan bukan hanya memungut, tapi juga memperbesar size of the pay. Kalau perekonomian besar, pajak nya juga besar,” kata Febrio pekan lalu (6/8).

Dalam hitungan BKF, penurunan tarif PPh Badan tahun ini akan menyerap belanja pajak senilai Rp 20 triliun. Meskipun penerimaan berkurang, stimulus ini diharapkan menjadi pemanis investor agar merealisasikan investasi sehingga roda ekonomi bergerak lagi dan bisa menciptakan tenaga kerja baru.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Pande Putu Oka Kusumawardhani Jumat (8/8) menambahkan, penurunan tarih PPh Badan bertujuan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain. Tarif PPh Badan di Vietnam dan Thailand saat ini 17%-20%.

Selain penurunan tarif PPh badan, ada beberapa insentif pajak lain untuk menarik investor. Meskipun demikian, berbagai insentif pajak untuk mengundang investasi baru ini membuat belanja perpajakan 2020 melonjak dari 2019 yang menuntut hitungan sementara BKF sudah lebih dari Rp 250 triliun.

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot menyebut investor akan membandingkan insentif fiskal antara satu negara dengan lain. “Investor melakukan penjajakan terlebih dahulu,” katanya (9/8).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani sepakat. Selain insentif pajak, RUU Cipta Lapangan Kerja perlu dituntaskan untuk mempermudah investor masuk. “Masalah investasi adalah ketenagakerjaan dan perizinan,” katanya.

Sebaliknya Ekonom senior Indef Enny Sri Hartati pesimistis insentif pajak bisa menarik investasi. Di masa pandemi ini, cash flow perusahaan menipis sehingga menunda realisasi investasinya.

Sekadar catatan, realisasi investasi pada semester I-2020 sebesar Rp 402,6 triliun, baru setara 49,3% terhadap target akhir tahun ini senilai Rp 817,2 triliun. Realisasi investasi tersebut diperkirakan telah menyerap 566.194 tenaga kerja sepanjang Januari-Juni 2020 atau meningkat 15,3% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only