Putar Otak Hitung Target Pajak

JAKARTA. Pemerintah harus putar otak untuk menetapkan target penerimaan pajak tahun depan. Pasalnya, variabel yang menjadi dasar penghitungan target terpantau masih suram, yakni proses pemulihan ekonomi dan realisasi penerimaan pada tahun ini.

Penetapan target pajak pada 2021 sangat dipengaruhi oleh cepat atau lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional. Tak hanya itu, pemerintah juga harus menunggu realisasi penerimaan pajak pada tahun ini, yang menjadi baseline penghitungan target pada tahun depan.

Dua variabel ini perlu dipertimbangkan. Apalagi, ramalan sejumlah pengamat menyebut tahun ini ekonomi Indonesia sulit berkelit dari resesi.

Dalam catatan Bisnis , khusus tahun ini outlook penerimaan pajak dari pemerintah berada di kisaran -10% sampai dengan -14%, atau dari kisaran Rp1.198,8 triliun-Rp1.146,13 triliun.

Jika skenario -10% yang terjadi, dan dengan asumsi belanja serta komponen penerimaan di luar pajak sesuai ekpektasi pemerintah, maka defisit anggaran pada tahun ini tetap sekitar 6,34% dari produk domestik bruto (PDB).

Sebaliknya, jika skenario realisasi penerimaan pajak -14% dan asumsi belanja optimal serta penerimaan di luar pajak terealisasi, maka defi sit pembiayaan APBN 2020 bisa di atas 6,34%.

Tentunya angka ini tergantung dengan pencapaian atau kinerja anggaran sampai dengan tutup buku nanti. Pemerintah pun pada tahun depan telah merancang target penerimaan pajak Rp1.232,3 triliun-Rp1.331,8 triliun. Angka itu tumbuh sekitar 2,8%-11%.

Namun, apabila yang terealisasi angka pesimistis yakni -14%, pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun depan dipastikan membengkak di kisaran 6,9%-16,1%.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Kebijakan Penerimaan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Pande Putu Oka Kusumawardani tak merespons saat dimintai komentar soal kebijakan penerimaan pajak pada 2021.

Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Ind rawati dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa pemerintah tetap berhati-hati dalam menentukan target penerimaan pajak pada tahun depan.

Rancangan target pertumbuhan penerimaan pajak di angka 2,8%-11,1% dihitung dengan asumsi aktivitas perekonomian pada 2021 mulai berjalan ke arah pemulihan. Proyeksi pemerintah pada 2020, pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran -0,4%-1%. Sementara itu, pada 2021 target pertumbuhan ekonomi dirancang berada di angka 4,5%-5,5%.

“Ini memang karena prediksi cukup sulit dilakukan untuk saat ini,” ucap Sri Mulyani, Senin (10/8). Kendati belum pasti, angka- angka itu sudah bisa digunakan untuk menghitung pertumbuhan penerimaan pajak secara alamiah.

Artinya, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di angka 4,5%-5,5% dan inflasi di angka 2%-4%, pertumbuhan penerimaan pajak secara alami seharusnya bisa di angka 6,7%-9,5% pada tahun depan.

Sementara itu, elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi atau tax buoyancy idealnya di angka 0,6-3. Artinya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa menghasilkan 0,6%-3% penerimaan pajak.

Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengungkapkan besar kecilnya penerimaan pajak sangat tergantung dengan laju pemulihan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan.

“Jika ekonomi mulai bergerak lagi, penerimaan perpajakan bisa naik walau mungkin tidak mencapai target,” kata dia, Rabu (12/8). Namun, menurutnya, selain penerimaan pajak, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan anggaran pada 2021.

RELATIF SEMPIT

Dia mengatakan ruang fiskal tahun depan relatif sempit karena pemerintah sudah menambah utang dalam jumlah besar pada tahun ini.

Selain itu, skema burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) hanya membantu pemerintah mengamankan kebutuhan pembiayaan untuk menambal defisit anggaran pada tahun ini.

Dengan kata lain, jika sesuai dengan rencana BI dan pemerintah, tahun depan tidak ada lagi skema burden sharing. Dengan kondisi tersebut, jika pemerintah ingin meningkatkan budget deficit seperti pada tahun ini, kebutuhan pembiayaan surat berharga negara (SBN) sebagian besar harus dicari di pasar.

Faktor yang mungkin bisa membantu untuk financing via penerbitan SBN pada tahun depan adalah inflows dari foreign portfolio investment yang berasal dari negara maju.

Tanpa kombinasi pembiayaan dan pemulihan kinerja penerimaan pajak, ekspansi fiskal pada tahun depan akan sangat terbatas. Padahal, tahun depan kebijakan fiskal mesti ekspansif jika Indonesia ingin cepat keluar dari resesi. “Akhirnya nanti ke budget deficit yang mungkin masih akan tinggi,” tegas Eric.

Sementara itu, pengamat pajak Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan, penghitungan target pajak tahun depan tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa perekonomian masih dalam masa recovery.

Dalam fase ini, yang terbaik bagi pemerintah untuk mendorong penerimaan perpajakan adalah dengan mendorong ekonomi. Jika pemulihan ekonomi cepat, maka penerimaan pajak akan meningkat signifikan. “Jadi target penerimaan pajak 2021 haruslah sangat moderat,” ujarnya.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only