Insentif Pemerintah Menopang Prospek Emiten Media

Jakarta. Pemerintah rencananya akan memberikan sejumlah insentif ke pekerja dan industri media. Insentif tersebut antara lain menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran, mengupayakan mekanisme penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media dan menangguhkan iuran BPJS Ketenagakerjaan selana 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya.

Selain itu, pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait dengan penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media. Pemerintah juga berjanji memberikan sejumlah insentif pajak. Misalnya, keringanan cicilan pajak korporasi pada masa pandemi dari yang semula turun 30% menjadi turun 50%.

Pemerintah juga akan membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juta perbulan. Selain itu, semua kementerian diperintahkan agar mengalihkan anggaran belanja iklan ke media lokal.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, insentif akan membantu emiten media lebih leluasa dan bertahan hingga vaksin Covid-19 ditemukan. Apabila sesuai prediksi, maka semestinya vaksin bisa diproduksi pada kuartal I-2021.

Chris menambahkan, kedepan prospek media masih bagus sejalan dengan banyak media yang beralih ke digital dengan pembuatan konten-konten yang beralih ke digital dengan pembuatan konten-konten yang dapat dinikmati secara global. Kondisi ini dapat mendorong harga saham emiten media. “Untuk harga saham, cenderung masih dapat menguat,” jelas Chris, Jumat (21/8).

Chris merekomendasikan saham MNCN dan SCMA yang masih cukup menarik karena sudah terkoreksi cukup dalam. Terlebih karena kinerja kedua emiten media ini cenderung masih cukup stabil di tengah pandemi.

Adapun harga saham MNCN saat ini Rp 910, sementara SCMA sebesar Rp 1.210. Chris menargetkan harga kedua saham tersebut masing-masing Rp 1.200 dan Rp 1.700.

Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya menilai, insentif yang diberikan oleh pemerintah dapat membantu emiten media untuk bertahan, hanya saja dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan.

Saat ini, Christine masih merekomendasikan beli saham MNCN karena beban utang emiten ini mulai berkurang. Belum lagi valuasi saham MNCN terbilang murah. Akhir perdagangan Rabu (19/8), saham MNCN memiliki price earning ratio (PER) sebesar 6,79 kali.

Christine menargetkan harga MNCN mencapai Rp 1.130 per saham. “Rekomendasi buy karena prospek masih bagus, valuasi murah,” jelasnya.

Christine menambahkan sepanjang semester pertama 2020, MNCN membukukan laba bersih sebesar Rp 956,2 miliar atau year on year (yoy). Pencapaian laba tersebut sudah 52% dari proyeksi Mirae untuk seluruh tahun 2020, serta 49% dari proyeksi target konsensus.

Sementara itu, pendapatan MNCN di semester I-2020 mencapai Rp 3,9 triliun atau setara 47% dari estimasi Mirae Asset Sekuritas di 2020.

Kinerja MNCN turun lantaran adanya penghematan biaya oleh pengiklan, meskipun penayangan di televisi meningkat sejalan dengan sosialisasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Setelah PSBB dilonggarkan, Christine memprediksi kinerja MNCN juga akan kembali membaik dan pulih di 2021.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only