Siapa Bilang RI Tak Resesi? Cermati Kata-kata Sri Mulyani!

Jakarta, Indonesia memang belum resesi, karena belum ada kontraksi (pertumbuhan negatif) ekonomi selama dua kuartal beruntun. Namun bukan berarti Indonesia ‘kebal’ resesi lho.

Pada kuartal I-2020, output ekonomi Indonesia yang dicerminkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 2,97% year-on-year (YoY). Kemudian pada kuartal berikutnya terjadi kontraksi -5,32% YoY.

Jadi penentuannya ada di kuartal III-2020. Kalau PDB periode Juli-Agustus negatif lagi, maka Indonesia resmi masuk resesi.

Masalahnya, indikator terkini menunjukkan bahwa peluang resesi meninggi. Data itu adalah realisasi penerimaan pajak.

Pajak adalah cerminan ekonomi karena pajak dibayarkan kala terjadi aktivitas ekonomi. Pajak Penghasilan (PPh) disetor saat Wajib Pajak membukukan pendapatan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang 10% itu ada saat terjadi transaksi.

Pada Juni, sempat ada harapan karena penerimaan pajak membaik. Ini menandakan ada geliat kebangkitan aktivitas ekonomi.

Penerimaan pajak selama Januari-Juni 2020 tercatat 531,71 triliun, turun 12,01% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Namun kalau melihat Juni saja, terlihat ada perbaikan karena penerimaan pajak bisa di atas Rp 80 triliun. Pada April, setoran pajak bahkan tidak sampai Rp 70 triliun.

“Kinerja penerimaan pajak menunjukkan perbaikan pada Juni seiring mulai dilonggarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dimulainya fase Adaptasi Kebiasaan Baru, serta mulai membaiknya ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia secara umum,” tulis dokumen APBN Kita edisi Juli 2020.

Namun ternyata pemulihan itu tidak berkelanjutan. Pada Juli, penerimaan pajak melorot lagi. Penerimaan pajak per akhir Juli tercatat Rp 601,9 triliun, ambles 14,7% YoY.

“Penerimaan pajak yang sempat menunjukkan peningkatan pada Juni, kemudian melambat kembali pada Juli. Penerimaan pajak ini menggambarkan kondisi ekonomi nasional kita,” kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam konferensi pers APBN Kita periode Agustus 2020.

Pemulihan ekonomi yang penuh ketidakpastian tergambar dari setoran pajak per sektor. Penerimaan pajak dari industri pengolahan pada Juli terkontraksi -28,91% YoY. Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang -36,18% YoY.

Namun tidak demikian dengan sektor perdagangan. Setoran pajak dari sektor ini turun -27,34% YoY pada Juli. Lebih dalam ketimbang bulan sebelumnya yang -19,91% YoY.

Nasib lebih parah dialami sektor transportasi dan perdagangan. Pada Juli, setoran pajak dari sektor ini mengalami kontraksi 20,93% YoY. Jauh lebih parah ketimbang Juni yang mampu tumbuh 9,63% YoY.

Sektor transportasi menjadi penting karena merupakan sinyal pergerakan orang dan barang. Setoran pajak sektor transportasi yang anjlok menandakan laba dunia usaha di sektor ini nyungsep, yang penurunan mobilitas. Kala mobilitas turun, sulit berharap ekonomi bisa tumbuh.

Dengan perkembangan ini, rasanya bukan hil yang mustahal resesi menghampiri Indonesia. Bahkan Sri Mulyani mengakui sulit untuk mengangkat ekonomi bahkan ke zona netral, apalagi positif.

“Melihat indikator Juli, downside risk tetap merupakan suatu risiko nyata. Outlook kami adalah 0% sampai -2% (untuk kuartal III-2020).”

“Kunci utama adalah konsumsi dan invetasi. Kalau tetap negatif, meski pemerintah sudah all out, maka akan sulit masuk netral . Tidak bisa mendekati 0% dan bisa negatif kalau kelas menegah dan atas belum recovery,” ungkap Sri Mulyani.

Jadi, Indonesia sama sekali belum aman. Bayang-bayang resesi masih menghantui. Amit-amit…

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only