Pengawasan Wajib Pajak Diperkuat, DJP Gandeng Pemerintah Daerah

JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) menggandeng pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan terhadap wajib pajak. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (27/8/2020).

Kemarin, Rabu (26/8/2020), DJP secara resmi menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan 78 pemerintah daerah. Kerja sama mengenai optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kerja sama ini dijalin setelah DJP melakukan uji coba (piloting) kolaborasi dengan 7 pemerintah daerah tingkat kota pada 2019. Melalui uji coba ini, sudah ada pengawasan bersama terhadap 1.184 wajib pajak.

“Pada posisi kita menemukan informasi tentang kewajiban perpajakan seseorang yang belum tertunaikan, kita dapat melakukan aktivitas untuk melakukan pengawasan lebih. Fungsi inilah yang betul-betul kami sangat harapkan pada waktu mendesain atau menyusun kerja sama,” ujar Suryo.

DJP berharap dapat menerima sumber data yang penting untuk pengawasan kepatuhan pajak antara lain data kepemilikan dan omzet usaha, data izin mendirikan bangunan, data usaha pariwisata, data usaha pertambangan, data usaha perikanan, dan data usaha perkebunan. Sebaliknya, pemerintah daerah juga akan menerima data dari DJP untuk kepentingan pengawasan daerah.

Selain mengenai kerja sama dengan pemerintah daerah, ada pula bahasan terkait dengan respons pemerintah atas temuan kelemahan dalam penatausahaan piutang perpajakan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ada pula bahasan mengenai reformasi pajak jilid III.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kesamaan Data yang Dilaporkan Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kerja sama dengan 78 pemerintah daerah menjadi kesempatan yang baik untuk mulai memperkuat pertukaran data dan informasi. Selain itu, pengawasan bersama terhadap wajib pajak juga bisa dijalankan lebih baik.

Dia memberi contoh pengusaha hotel dan restoran. Pengusaha itu merupakan subjek pajak di pusat dan daerah. Dengan demikian, pengawasan bersama bisa dijalankan untuk memastikan kesamaan data yang dilaporkan wajib pajak untuk pemerintah pusat dan daerah.

“Apa yang dilaporkan kepada kami semestinya sama dengan apa yang dilaporkan kepada Bapak dan Ibu sekalian yang ada di daerah. Jadi, bagaimana kita melihat para pelaku usaha ini dalam dua dimensi yang berbeda. Namun demikian, aktivitas yang dijalankan adalah sama,” jelas Suryo. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Kontribusi PAD Rendah

Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan porsi pendapatan asli daerah (PAD) dalam pendapatan daerah pemerintah kabupaten/kota rata-rata hanya 13%. Kinerja ini terbilang rendah jika dibandingkan dengan kontribusi PAD pemerintah provinsi yang rata-rata saat ini sudah mencapai 30%-40% dari total pendapatan daerah.

“Alhasil, APBD kabupaten/kota lebih banyak disokong dana perimbangan. Kita perlu dorong kontribusi PAD melalui kerja sama optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah yang ditandatangani hari ini,” katanya.

  • Implementasi RAS

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah terus berupaya membenahi sistem pengendalian intern mengenai penatausahaan piutang perpajakan. Salah satunya dengan mengimplementasikan Revenue Accounting System (RAS) secara nasional mulai 1 Juli 2020.

Dengan demikian, dia berharap ke depannya, Badan Pemerika Keuangan (BPK) tidak lagi memberikan temuan mengenai penatausahaan piutang perpajakan pada Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

  • Integrasi dengan Data Piutang Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan pada saat ini, RAS baru mendokumentasikan piutang pajak yang berdasarkan surat ketetapan dari DJP. Namun, dia menyebut data piutang pajak di pengadilan pajak juga akan segera terkoneksi dengan RAS.

Insyaallah ke depan putusan dari pengadilan pajak dapat segera kita integrasikan dengan sistem informasi yang ada di DJP melalui Revenue Accounting System,

“Setidaknya taxpayer account ini bisa diakses sebelum 2024. Kami sedang melakukan proses ini satu hingga dua tahun ke depan,” katanya.

  • Pembebasan PPN

Pemberian pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kepada badan internasional kini dapat diberikan berdasarkan perjanjian.

Perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban antara pemerintah Indonesia dan badan internasional. Ketentuan ini tertuang dalam PP 47/2020.

  • Revisi UU Bea Meterai

Komisi XI DPR berkomitmen untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai pada masa sidang kali ini. Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan RI telah menyepakati pembentukan panitia kerja (Panja) untuk membahas revisi UU Bea Meterai tersebut. Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara telah ditunjuk sebagai ketua Panja.

“Dari sisi pembahasan kami sudah mulai dari periode sebelumnya. Sekarang tinggal kita carry over. Kami [Komisi XI] sepakat mau selesaikan pada masa sidang ini. Kalau bisa lebih cepat lagi karena dari 7 klaster tinggal 2 klaster lagi yang belum tuntas,” kata Amir.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only