Kontraksi Transportasi Masa Pandemi

Jakarta -Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II (Q2) – 2020. Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32 persen year on year (y-on-y). Angka ini memburuk dari Q1 – 2020 sebesar 2,97 persen dan Q2 – 2019 yang mencapai 5,05 persen.

Kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32 persen merupakan yang terendah sejak Kuartal I – 1999. Saat itu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 6,13 persen.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 – 2020 ini lebih dalam dari angka prediksi beberapa tokoh. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato memprediksi pertumbuhan ekonomi Q2 – 2020 terkontraksi 3,4 persen, sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Q2 – 2020 terkontraksi 4,3 persen.

Yang menarik perhatian, sektor Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan sangat dalam hingga 30,84 persen y-on-y dan merupakan sektor dengan kontraksi pertumbuhan tertinggi dibanding sektor lainnya. Padahal pada Q1 – 2020, sektor ini tumbuh positif kecil yaitu sebesar 1,29 persen. Kira-kira faktor pemicu apa saja yang menyebabkan sektor Transportasi dan Pergudangan Q2 – 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sedalam itu?

PSBB

Awal Maret, pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif pertama Covid-19 di Indonesia. Penambahan jumlah kasus dari hari ke hari semakin tinggi. Beberapa kebijakan dikeluarkan pemerintah guna menekan penyebaran virus Covid-19.

Pada 31 Maret, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Provinsi pertama yang menerapkan kebijakan PSBB adalah DKI Jakarta. PSBB di ibu kota mulai berlaku sejak 10 April. Kebijakan PSBB lalu diikuti oleh beberapa kota/kabupaten lainnya di Indonesia karena kasus pasien positif Covid-19 mulai menyebar.

PSBB membatasi aktivitas masyarakat di luar rumah termasuk penggunaan moda transportasi. Selama pemberlakuan PSBB, transportasi pribadi dan umum dibatasi jumlah penumpangnya. Kebijakan PSBB ditindaklanjuti dengan kebijakan lainnya seperti work from home, school from home, pembatasan kegiatan keagamaan, juga penutupan lokasi wisata yang berdampak pada pembatasan pergerakan masyarakat.

Larangan Mudik

Imbauan pemerintah untuk tidak mudik pada Idul Fitri 1441H makin memukul bisnis transportasi. Kementerian Perhubungan mencatat terjadi penurunan pengguna transportasi 98,5 persen dibandingkan periode Idul Fitri tahun lalu.

Penurunan terjadi di semua moda transportasi dengan penurunan terbesar terjadi pada moda kereta api yakni turun 99,95 persen. Angka penurunan yang sangat tajam tersebut tak dapat dipungkiri karena PT KAI sebagai perusahaan monopoli angkutan kereta melakukan pembatalan atau penghentian sementara hampir seluruh perjalanan kereta api penumpang, baik jarak jauh maupun lokal.

Sementara itu, jumlah pengguna angkutan penyeberangan menurut Kemenhub turun 99,78 persen dibandingkan periode Lebaran 2019. Perusahaan transportasi penyeberangan plat merah, PT ASDP Indonesia Ferry mencatat capaian total penumpang yang menyeberang di sembilan lintasan yang menjadi fokus pantauan turun 94,47 persen. Berbanding terbalik dengan angkutan penumpang, trafik penyeberangan angkutan logistik memberi angin segar dengan terpantau naik sebesar 50,56 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

Sama halnya dengan angkutan kereta api dan angkutan penyeberangan, Kemenhub juga mencatat penurunan penumpang angkutan udara dan angkutan laut masing-masing sebesar 98,2 persen dan 90,8 persen.

Penurunan Aktivitas Kargo

Ketika berbicara tentang sektor transportasi, maka tak hanya angkutan penumpang yang menjadi perhatian. Angkutan barang juga ikut berperan di dalamnya. Bahkan untuk angkutan laut, share atau andil angkutan barang lebih besar dibanding angkutan penumpang.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak terhadap pergerakan arus barang. Aktivitas logistik di pelabuhan dan bandara secara umum mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penurunan produksi dan distribusi berbagai komoditas. Penurunan produksi terjadi akibat penurunan permintaan domestik maupun permintaan global. Terlihat bahwa keterkaitan antara permintaan, produksi, dan arus barang sangat erat. Ketika salah satu mengalami kemerosotan, aspek lain akan mengikuti.

Ekspor-Impor

China merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia sekaligus negara sumber impor terbesar untuk Indonesia. Lockdown yang terjadi di China tentu saja mempengaruhi ekspor impor dua negara ini. Jika ekspor-impor menurun, secara otomatis berpengaruh terhadap bisnis angkutan barang. Terpantau di beberapa pelabuhan besar di Indonesia terjadi penurunan arus peti kemas. Seperti arus peti kemas yang melalui Jakarta International Container Terminal (JICT) pada Q2 – 2020 menurun 3,38 persen dibanding Q1 – 2020.

Dapat dipastikan kontraksi pertumbuhan cukup dalam yang dialami sektor Transportasi pada Kuartal II – 2020 ini sangat beralasan. Baik angkutan penumpang maupun angkutan barang sama-sama menunjukkan penurunan signifikan yang secara garis besar disebabkan adanya pandemi Covid-19.

Pandemi menimbulkan efek domino dari kesehatan menjadi masalah sosial dan ekonomi. Tidak hanya masyarakat yang terdampak, tetapi juga korporasi. Sebagian besar perusahaan transportasi, plat merah dan swasta, merugi sampai harus memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya.

Pemerintah perlu memberikan stimulus untuk menjaga keberlangsungan bisnis angkutan. Beberapa stimulus tersebut seperti kelonggaran pembayaran pajak PPh 23 dan PNBP sampai batas waktu tertentu tanpa penagihan, kelonggaran biaya perpanjangan STNK, insentif biaya operasional di bandara, pajak impor suku cadang, atau mengurangi berbagai beban pungutan yang harus disetor oleh pelaku bisnis transportasi.

Pemerintah juga perlu menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) bagi pekerja angkutan yang terdampak. Bantuan diberikan sebagai kompensasi kehilangan pendapatan akibat PHK maupun penyetopan operasional sementara waktu.

Tantangan sudah di depan mata. Apabila kuartal tiga nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mengalami kontraksi, maka resesi ekonomi bisa terjadi. Melihat geliat ekonomi pada awal kuartal tiga, Indonesia masih punya kesempatan. Kunci penting pemulihan ekonomi nasional yaitu kedisiplinan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Penanganan Covid-19 dan pemulihan perekonomian nasional harus dilakukan dalam satu kesatuan kebijakan strategis dan terintegrasi.

Sumber : Detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only