Target setoran pajak 2020 kian sulit tercapai

JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyadari, setoran pajak tahun ini makin sulit tercapai sesuai target akibat efek pandemi korona. 

Menkeu tetap berharap penerimaan pajak sesuai dengan Perpres 72/2020. “Meski ada risiko shortfall akibat pelemahan ekonomi yang lebih dalam,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/9).

Berdasarkan Perpres 72/2020 mengenai Perubahan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.198,82 triliun. Sampai akhir Juli realisasi penerimaannya  Rp 601,91 triliun. Hasil tersebut tumbuh negatif 14,67% year on year (yoy).

Pencapaian penerimaan pajak dalam tujuh bulan pertama di tahun ini, setara 50,21% dari total target akhir tahun. Dus, dalam waktu lima bulan pemerintah perlu mengejar sisa penerimaan pajak senilai Rp 596,91 triliun.

Kendati begitu, pemerintah tetap berusaha menjaga penerimaan pajak sesuai target dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi basis pajak. Di tahun ini, pajak pertambahan nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sudah mulai diterapkan kepada enam belas perusahaan digital asing.

Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan tahun depan penerimaan pajak diupayakan bisa sampai target akhir 2021 sebesar Rp 1.258,5 triliun. Target ini lebih tinggi 5,8% dari target pendapatan pajak 2020.

Adapun kebijakan optimalisasi reformasi perpajakan tahun depan meliputi lima hal. Pertama, pemajakan atas PMSE. Kedua, esktensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Ketiga, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan adil.

Keempat, meneruskan reformasi perpajakan yang meliputi bidang organisasi, sumber daya manusia (SDM), informasi teknologi dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak. Kelima, pengembangan fasilitas kepabeanan dan harmonisasi fasilitas fiskal lintas kementerian dan lembaga.

Pengamat pajak DDTC,   Darussalam memprediksi shortfall penerimaan pajak di tahun 2020 bisa mencapai  Rp 47,95 triliun. Ini terjadi karena sentimen terbesar tahun ini adalah faktor dinamika ekonomi domestik dan global. Seperti konsumsi yang turun, kinerja manufaktur yang lemah, serta harga komoditas yang juga loyo.

Ia memprediksi pertumbuhan penerimaan pajak di akhir tahun ini minus 10% hingga minus 14%.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only