Penerimaan negara kembali terpangkas

JAKARTA. Penerimaan negara masih dalam tren negatif sepanjang Januari-Agustus 2020. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat realisasi penerimaan negara sampai akhir Agustus 2020 turun 13,5% year on year (yoy). 

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam bahan paparannya saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, mencatat posisi realisasi penerimaan negara sampai akhir Agustus 2020 sebesar Rp 1.028,02 triliun, lebih rendah 13,5% dibandingkan dengan pencapaian periode sama tahun lalu senilai Rp 1.189,28 triliun.

Hal tersebut menunjukkan penerimaan negara selama delapan bulan pada tahun ini, belum menunjukan pemulihan akibat pandemi virus korona Covid-19. Bahkan penerimaan ini jauh dari proyeksi pemerintah yang memperkirakan hanya minus 10% secara tahunan hingga akhir tahun.

Adapun, dari realisasi penerimaan negara per akhir Agustus tersebut pencapaiannya sudah 60,52% dari target akhir tahun ini senilai Rp 1.699,9 triliun. Target tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 terkait perubahan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Adapun secara lebih rinci, per Agustus 2020, realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp 795,95 triliun. Sementara, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 232,07 triliun.

Selain itu, Suhasil menyatakan ratio utang pemerintah sampai dengan akhir Agustus 2020 mencapai 34,53% terhadap produk domestik bruto (PDB). Ratio utang tersebut melonjak dari posisi di periode serupa tahun lalu yang masih berada di level 29,8%.

Ini berarti, dalam waktu satu bulan ratio utang terhadap PDB meningkat 1,57% di mana posisi pada semester I-2020 di level 32,96%. Dus, ratio utang per akhir Agustus 2020 semakin mendekat dengan target pemerintah di akhir 2020 yakni di level 37,6%.

Adapun, dalam catatan Wamenkeu Suahasil, rasio utang per akhir Agustus 2020 cenderung naik dipengaruhi antara lain oleh suku bunga dan nilai tukar serta peningkatan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini sejalan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan seiring pelebaran defisit untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). 

Melihat realisasi penerimaan negara, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memproyeksi pos penerimaan utama negara yakni pajak bisa minus 15% dari realisasi akhir tahun lalu. Ini terjadi karena kondisi perekonomian di lapangan  saat ini sudah jauh di bawah prediksi pemerintah. Ia pun memproyeksi beberapa target realisasi dalam Perpres 72/2020 akan meleset. 

“Ini terjadi karena semua sektor sedang drop,” katanya kepada KONTAN. Karena itu harapan pemutar roda ekonomi hanya dari program PEN yang itu pun belum optimal.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only