Industri Hasil Tembakau Tertekan, Pemerintah Diminta Melindungi

Jakarta: Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu industri yang mengalami tekanan selama pandemi covid-19. Tekanan bertambah dengan adanya rencana kenaikan cukai dan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012.

Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menyatakan bahwa rencana perluasan gambar peringatan bahaya merokok yang menjadi salah satu poin dalam revisi PP tersebut akan mematikan industri hasil tembakau.

“Regulasi pemerintah terkait wacana revisi PP 109/2012, membuktikan pemerintah tidak memberikan keadilan kepada pelaku IHT. Pandemi seharusnya memberi peluang bukan memperberat,” kata Ketua FSP RTMM SPSI Sudarto dalam diskusi ‘Menilik Regulasi IHT di Era Kenormalan Baru’, Senin, 28 September 2020.

Ia menambahkan kondisi IHT sebelum munculnya krisis kesehatan sudah berat, ditambah kebijakan Pemerintah untuk menaikkan cukai rokok tiap tahunnya. Situasi ini yang kemudian mengakibatkan sejumlah pabrik rokok gulung tikar karena barangnya tidak terjual dan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Sebagai gambaran, kurun 2012-2018 tercatat 544 pabrik rokok tutup se-Indonesia karena kenaikan cukai. Jika satu pabrik memiliki 200 karyawan, maka enam tahun ini terdapat 108 ribu pekerja yang kehilangan mata pencaharian,” jelas Sudarto.

Sejatinya, IHT telah mempekerjakan hingga enam juta orang dari hulu ke hilir, termasuk petani tembakau dan cengkih, karyawan pabrik, dan jalur distribusi ritel. Kontribusi IHT pada pendapatan pajak negara diperkirakan mencapai Rp200 triliun di tahun lalu.

Menyusul kenaikan cukai tinggi sebesar 23 persen di 2020 dan dampak covid-19, volume produksi rokok telah mengalami kontraksi. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan memperkirakan volume industri dapat turun 13-23 persen.

Bupati Bojonegoro Anna Muawanah pada kesempatan yang berbeda juga menyoroti mengenai kebijakan Pemerintah di tengah pandemi. Pemerintah pusat diminta lebih memprioritaskan penyerapan tenaga kerja di daerah, apalagi persoalan PHK banyak dialami daerah lain.

Di Bojonegoro, industri tembakau merupakan sumber perekonomian masyarakat karena menyerap banyak tenaga kerja. Anna mengatakan, pemerintah daerah telah memastikan bahwa sektor pertanian ini masih berada pada kondisi normal meski sebelumnya sempat ada keluhan dari petani tembakau karena penurunan harga.

Selain petani, industri tembakau juga menyerap tenaga kerja di sektor sigaret kretek tangan (SKT) di Bojonegoro. Kabupaten yang terletak di Jawa Timur ini merupakan salah satu daerah penghasil tembakau yang cukup besar, sehingga industri SKT di Bojonegoro berperan penting bagi ekonomi masyarakat.

“Kami berharap pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang melindungi tenaga kerja SKT dari pengurangan atau pemberhentian karyawan yang sudah terjadi di sektor lain. Tetapi di sektor SKT, belum ada kontraksi yang begitu. SKT di Bojonegoro masih normal seperti biasa dan belum begitu banyak kendala,” pungkasnya.

Sumber : Medcom.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only