Berharap pada Pajak 0%

Memasuki minggu terakhir di bulan September, embusan angin segar terjadi. Kali ini terfokus pada dunia otomotif. Setelah sempat lesu sejak bulan Maret lalu, kini sektor otomotif di tanah air dapat sedikit berpengharapan.

Pemerintah melalui kementerian terkait berusaha untuk memberikan insentif khusus demi memotivasi peningkatan kinerja sektor ini. Salah satunya dengan kebijakan relaksasi pajak atas kendaraan baru pada kelas tertentu sebesar 0%.

Pada skema tersebut, sejumlah kendaraan keluarga yang berbasis low cost green car atau LCGC akan terpotong separuh dari harga yang berlaku saat ini.

Bagi kalangan industri terkait, kebijakan ini tentunya akan memberikan semangat untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan kelesuan pasar yang terjadi.

Betapa tidak, pasca merebaknya pandemi Covid-19 di nusantara, pasar cenderung fokus pada upaya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seraya menyiapkan cadangan dana yang cukup besar untuk kepentingan kesehatan pribadi maupun keluarga.

Dengan demikian, rencana untuk membeli produk-produk yang masuk dalam kategori tersier akan tersingkirkan. Kenyataan itulah yang membuat kinerja industri otomotif nasional maupun global menjadi semakin lesu.

Insentif pajak 0% ini memang bukanlah sesuatu yang mudah diterima oleh berbagai kalangan.

Terhitung sejak rencana tersebut digulirkan, ada sejumlah pendapat yang secara implisit menunjukkan kegerahannya. Salah satunya adalah sisi pendapatan daerah.

Kebijakan relaksasi pajak ini disebut-sebut akan semakin melemah pendapatan asli daerah yang selama beberapa bulan terakhir telah mengalami penurunan yang berarti.

Atas pemikiran tersebut, semua pihak kiranya perlu melihat kebijakan ini dari sisi manajemen risiko.

Artinya, proses identifikasi risiko atas kebijakan perlu diperhatikan secara seksama sehingga masing-masing pihak dapat mengantisipasi risiko dengan lebih efektif.

Saat pandemi Covid-19, pasar fokus memenuhi kebutuhan pokok.

Tantangan berikutnya atas rencana ini adalah, apakah masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli di saat harga produk telah mengalami penurunan hingga 50%.

Studi yang dilakukan dengan melihat data-data peningkatan angka pemutusan hubungan kerja, inflasi serta indeks harga konsumen menemukan adanya potensi penurunan daye beli masyarakat.

Dalam beberapa riset, analis menentukan adanya peluang penurunan daya beli antara 15%-22%.

Hal ini berarti bahwa dengan pendapatan keluarga yang ada, maka masyarakat akan terus terfokus pada upaya untuk memenuhi kebutuhan pokok plus meningkatkan alokasi cadangan dana di bidang kesehatan seperti mengkonsumsi nutrisi secara lebih banyak maupun melakukan kontrol kesehatan secara lebih rutin dari kondisi sebelumnya.

Semua hal tersebut seakan-akan tetap memposisikan produk tersier di urutan terakhir.

Melihat adanya tantangan tersebut, maka dunia usaha perlu meredefinisi proses bisnisnya.

Pertama, perusahaan perlu mendefinisikan kembali posisi produknya dalam peta kebutuhan konsumen. Tenaga pemasaran perlu memastikan bahwa produk yang ditawarkan adalah benar-benar sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Misalnya memposisikan kendaraan kelas tertentu sebagai alat produksi dalam mendatangkan sejumlah pendapatan. Selama korelasi antara produk dan peluang didapatinya pendapatan dapat ditemukan, maka di situlah transaksi akan terjadi.

Meskipun terlihat cukup ideal, pola tersebut tampaknya akan sulit dilakukan pada tipe-tipe kendaraan premium. Perusahaan harus tepat dalam menyasar kelas konsumen yang memandang tipe tersebut sebagai kebutuhan dasarnya.

Belajar dari kenyataan tersebut, kembali pada fungsi dasar dari sebuah kendaraan kiranya perlu menjadi pencermaan dalam aktivitas pengembangan produk dalam jangka pendek hingga menengah.

Beberapa analis memprediksi bahwa hingga tahun 2022 mendatang, arah riset dan pengembangan kendaraan tipe premium perlu tetap menyasar pada sisi efisiensi, khususnya dari sudut pandang konsumen.

Menghilangkan fitur-fitur khusus yang menciptakan nilai premium mungkin harus menjadi kriteria kedua dalam pengembangan produk. Melalui cara ini, biaya produksi dapat ditekan.

Sehingga dengan bijaksana relaksasi pajak tersebut, maka dunia otomotif dapat kembali bergairah. Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only