Penerimaan Pajak Akan Digenjot Lagi Tahun 2021

Perluasan basis pajak menjadi modal mengejar target pertumbuhan setoran pajak sebesar 8%.

JAKARTA. Pemerintah optimistis penerimaan pajak tahun depan akan meningkat lagi kendati pandemi Covid-19 belum berlalu. Hitungan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, penerima pajak tahun depan bisa tumbuh sekitar 8%.

Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan angka 8% mengkalkulasi target pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 5% dan inflasi 3%. “Sewajarnya (penerimaan pajak) bisa tumbuh 8%. Itu kalau tax buoyancy sama dengan satu, lebih bagus kalau bisa di atas satu. Ini yang ingin kami bangun,” kata Febrio, Senin (12/10).

Sederhananya, tax buoyancy menujukkan persentase perubahan penerimaan pajak untuk setiap persen pertumbuhan ekonomi. Jika Indonesia memiliki tax buoyancy 1 artinya setiap ekonomi tumbuh 5% penerimaan pajak juga naik 5%.

Ia mengakui belakangan ini penerimaan pajak sulit tercapai. Selain efek pandemi, beberapa reformasi perpajakan di sektor usaha belum semuanya tuntas. Ini tercermin dari ketimpangan antara kontribusi sektor usaha terhadap penerimaan pajak, dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun lalu. Sebagai gambaran, Kemkeu, mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB 2019 mencapai 20,5%. Sementara kontribusi terhadap penerimaan pajak 27,4%.

Kemudian, sektor perdagangan berkontribusi 13,6% terhadap PDB dan 18,67% terhadap penerimaan pajak. Sementara, kontribusi sektor pertanian terhadap penerimaan pajak sebesar 1,34%, dengan kontribusi kepada PDB 2019 sebesar 13,3%. “Ini tengah kami pelajari, apakah kebijakan perpajakan saat ini sudah fair,” kata Febrio.

Untuk mencapai target, Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Suryo Utomo mempersiapkan lima hal untuk reformasi perpajakan tahun 2021. Pertama, optimalisasi pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Kedua, ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Ketiga, pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis risiko dan berkeadilan.

Keempat, meneruskan reformasi perpajakan bidang organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak. Kelima, pengembangan fasilitas kepabeanan dan harmonisasi fasilitas lintas Kementerian/Lembaga (K/L). “Dengan perluasan basis bisa muncul subjek pajak baru dan memperluas maupun mempermudah proses bisnis di Ditjen Pajak,” katanya.

Namun Suryo mengingatkan penerimaan pajak tahun depan tergantung dari pemulihan aktivitas ekonomi. Untuk memastikannya, otoritas pajak tetap menggunakan insetif fiskal untuk menjaga stabilitas dunia usaha.

Kendati pemerintah berharap penerimaan pajak tahun depan bisa tumbuh 8%, APBN 2021 masih mematok target penerimaan pajak Rp 1.229,6 triliun. Nilai ini tumbuh 2,5% dari target dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 72/2020 tentang Perubahan Postur APBN 2020. Beleid ini menetapkan target pajak tahun 2020 senilai Rp 1.198,8 triliun.

Darussalam, pengamat pajak dari Danny Darussalam menilai pemerintah bisa mengoptimalkan potensi pajak digital di pasar dalam negeri yang nilainya relatif besar dan potensial. Ia pun berharap, ada tambahan pihak sebagai pemungut PPN. Kemudian juga upaya untuk mengenakan pajak penghasilan perusahaan digital lintas yurisdiksi yang hingga kini masih jadi pembahasan di Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD.

Pengamat Pajak Bawono Kristiaji juga menilai, pajak transaksi elektronik paling potensial. “Ini bisa jadi pertimbangan,” katanya.

Jasa-Jasa yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai

adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

  1. Jasa pelayanan kesehatan medis;
  2. Jasa pelayanan sosial;
  3. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
  4. Jasa keuangan;
  5. Jasa asuransi;
  6. Jasa keagamaan;
  7. Jasa pendidikan;
  8. Jasa kesenian dan hiburan;
  9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
  11. Jasa tenaga kerja;
  12. Jasa perhotelan;
  13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
  14. Jasa penyediaan tempat parkir;
  15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
  17. Jasa boga atau katering.

Jenis Barang yang tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai

adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

  • Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara;
  • Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  • Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  • Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only