Keringanan Pajak Menjadi Karpet Merah Investor

Reformasi perpajakan di Undang-Undang Cipta Kerja bisa tarik investor asal dilaksanakan.

JAKARTA. Salah satu stimulus bagi investor untuk mau membenamkan duit dalam negeri adalah dari sisi perpajakan. Ketentuan perpajakan juga diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

Dalam beleid sapu jagat tersebut, pemerintah langsung merombak lima ketentuan perpajakan. Pemerintah berharap perbaikan aturan pajak ini bisa membuat minat investor untuk menanamkan dana di Indonesia meningkat.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuagan (Kemenkeu) Suryo Utomo menjelaskan reformasi perpajakan dalam UU Cipta Kerja bertujuan untuk menggairahkan investasi dalam negeri. Menurut Suryo, dalam situasi pandemi Covid-19, perlu relaksasi perpajakan supaya mendorong capital inflow baik dari investor dalam negeri maupun luar negeri.

Sebagai contoh, pelonggaran Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen akan berimplikasi kepada peningkatan transaksi di pasar modal. Ia berharapan, investor mau memutarkan kembali dividen yang diperoleh di pasar saham.

Pajak percaya, pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja itu dapat menjadi sentimen positif bagi investor ke depan, terlebih 2021 masih dibayangi ketidakpastian akibat pandemi.

Di sisi lain, ketentuan perpajakan dalam UU Cipta Kerja memperkuat dampat relaksasi pajak untuk investasi setelah sebelumnya pemerintah telah menurunkan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 22% pada 2020 dan 2021. Kemudian menjadi 20% pada tahun 2022 dan seterusnya. Bahkan bagi emiten, dapat ekstra potongan 3% dari tarif umum.

Pasal perpajakan di UU Cipta Kerja bisa jadi sentimen positif investor.

“Dengan adanya relaksasi ini, dampak lebih lanjutnya investasi di Indonesia semakin banyak dan menciptakan tambahan lapangan pekerjaan,” katanya, Senin (12/10).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyambut baik reformasi perpajakan yang ada dalam UU Cipta Kerja. Hariyadi optimistis relaksasi oleh pemerintah akan menggairahkan investasi di dalam negeri. “Ini bisa menambah cashflow perusahaan untuk melakukan ekspansi diperiode mendatang,” katanya.

Tapi Hariyadi masih berharap pasal terkait intervensi pemerintah pusat terhadap tarif pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang ditarik, harus jadi agenda reformasi perpajakan bersamaan dengan UU Cipta Kerja. Sebab, pasal tersebut krusial bagi investor karena akhirnya juga akan berhadapan dengan kebijakan fiskal daerah.

“Misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB) dikeluhkan oleh pengusaha. Kenaikan PBB kadang suka tidak memerhatikan situasi, naiknya gila-gilaan,” ujar Hariyadi.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan, bila dilihat dari ketentuan yang diatur, jelas sekali menarik dari sisi pengusaha, yang juga berarti berpeluang mendorong investasi untuk tumbuh. Dari sisi tarif, sudah relatif kompotitif dengan negara tetangga.

Akan tetapi, Ajib menilai masalahnya adalah bagaimana pelaksanaan dan pengawasan di lapangan.

Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho berharap agar investasi yang masuk di bidang manufaktur dan kontribusinya bisa terus meningkat terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Jika ini terjadi, maka Indonesia bisa terlepas dari jebakan middle-income trap.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only