Berlaku Progresif, Tarif Bea Keluar CPO Bisa Naik

Pemerintah akan menerapkan pajak ekspor progresif CPO dan turunannya di tahun 2021.

Jakarta. Pemerintah berencana menerapkan tarif bea keluar dengan skema progresif terhadap minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya di tahun depan.

Kebijakan ini menjadi peluang pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara saat harga komoditas andalah Indonesia tersebut melejit plus ekspor yang menggeliat di tengah pandemi virus korona baru.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan, bea keluar CPO tahun depan akan menggunakan skema pajak progresif. Jadi, tarif mengacu volume harga atau nilai objek pajak. Dengan demikian, tarif bea keluar CPO akan naik bila volume semakin banyak dan harganya melonjak.

Airlangga mengungkapkan, tarif bea keluar dengan skema progresif sebesar US$ 12,5 setiap kenaikan harga CPO US$ 25 per ton. Sementara untuk produk turunan CPO, tarifnya US$ 10 per kenaikan harga US$ 25 per ton.

Sebagai gambaran, ambang batasan penetapan bea keluar CPO dan turunannya saat ini adalah US$ 750 per ton. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/PMK.010/2017, bila harga CPO berkisar US$ 750-US$ 800, maka terkena bea keluar US$ 3 per ton. Sedangkan jika harganya US$ 800-US$ 850, tarif bea keluar US$ 18 seton.

Menurut Airlangga, CPO masih menjadi mesin utama ekspor Indonesia. Tapi, pemulihan ekonomi global, menurut dia, baru berlangsung pada 2021. Seiring pemulihan ekonomi, ia pun memprediksikan, nilai ekspor minyak sawit negara kita tahun depan bisa mencapai US$ 20 miliar.

Sementara data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, ekspor CPO tahun lalu sebanyak 36,17 juta ton dengan nilai US$ 19 miliar.

“Di tengah pandemi, kita punya komoditas yang punya daya tahan sekaligus daya ungkit. Sektor pertanian ini pertumbuhannya selalu positif, sehingga ini adalah pengungkit pertama untuk memulihkan perekonomian nasional dan ini menjadi komoditas yang hilirisasi sudah berjalan,” kata Airlangga dalam dialog secara virtual, Selasa (27/10).

Hanya, tarif bea keluar CPO dengan skema progresif masih dalam proses pengkajian di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Belum dengar kabar itu, dan belum ada pembahasan,” ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Syarif Hidayat, Jumat (30/10).

Ketidakpastian global

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mendukung rencana penerapan pajak ekspor progresif untuk CPO. Namun, pemerintah harus mempertimbangkan secara matang mengenai dampak kebijakan tersebut.

Sebab tahun depan, ketidakpastian global akibat pandemi virus korona masih berlangsung. Alhasil permintaan CPO terutama dari China bisa jadi menyusut.

“Pengusaha memang sudah diajak bertemu, tinggal tunggu keputusan dari Kementerian Keuangan. Kalau sudah berjalan, yang jelas harus ada evaluasi berkala dengan pertimbangan dinamika ekonomi,” kata Paulus.

Selain itu, Paulus berharap Program Biodiesel 30% atau B30 bisa terus berjalan dan secara bertahap pemerintah meningkatkan persentasenya. Cara ini bisa menyokong permintaan CPO dari dalam negeri. Alhasil, mampu menahan harga minyak sawit biar tidak jatuh kembali.

“Tapi, dari sisi pembiayaan harus juga dilihat ketercukupan dana di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar program-program dari pemerintah ini bisa jalan,” ujar Paulus.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only