Belanja Negara Tumbuh 13,6%

JAKARTA – Pemerintah mempercepat pencairan belanja negara menembus Rp 2.041,8 triliun hingga Oktober 2020, tumbuh 13,6% dibanding periode sama tahun lalu, untuk mendukung penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Realisasi ini mencapai 74,5% dari anggaran Rp 2.739,2 triliun dalam APBN.

“Belanja negara secara keseluruhan sudah terealisasi Rp 2.041,8 triliun, atau 74,5% dari alokasi (APBN perubahan kedua) dalam Perpres No 72 Tahun 2020. Realisasi hingga Oktober tahun ini meningkat 13,6%, jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 1.797,7 triliun,” ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Oktober 2020, secara virtual, Senin (23/11).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sebelumnya, pihaknya berharap pada kuartal IV-2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik, ke minus 1,6% hingga positif 0,6%. Pada kuartal III-2020 pertumbuhan ekonomi minus 3,49%, lebih baik dari kuartal II-2020 yang minus 5,32%. Sedangkan kuartal I masih tumbuh 2,97% (year on year), karena pandemi Covid-19 di Indonesia baru terkonfirmasi pertama kali di ujung triwulan I atau Maret lalu.

Bahkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo lebih optimistis. Ia mengatakan pekan lalu, ekonomi RI diperkirakan positif pada kuartal IV-2020 atau sudah keluar dari resesi.

“Kami meyakini perbaikan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi akan positif di kuartal IV-2020 dan akan meningkat menjadi 5% pada 2021, dan terus naik ke sekitar 6% pada kurun waktu 5 tahun mendatang,” tutur Perry di Jakarta, pekan lalu.

Perbaikan ekonomi Indonesia ini akan didukung oleh perbaikan konsumsi masyarakat, ekspor, dan investasi. Selain itu, lanjut Perry, stabilitas sistem keuangan juga terjaga dan nilai tukar rupiah akan bergerak stabil dan cenderung menguat.

Sedangkan Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya akan meningkatkan kontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional maupun kemajuan sektor jasa keuangan Indonesia. Hal itu dikatakannya dalam perayaan HUT ke-9 OJK yang digelar secara virtual di Jakarta, Minggu (22/11).

Belanja Pemerintah Pusat
Menkeu menjelaskan lebih lanjut, untuk belanja pemerintah pusat realisasinya Rp 1.343,8 triliun atau naik 19,9% dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 1.120,8 triliun. Angka tersebut setara dengan 68% dari target serapan dalam APBN yang sebesar Rp 1.975,2 triliun.

“Kemudian, untuk belanja Kementerian atau Lembaga (K/L) realisasinya sebesar Rp 725,7 triliun, 86,8 % dari target Perpres No 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 836,4 triliun. Belanja kementerian atau lembaga juga naik 14,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang realisasinya sebesar Rp 633,4 triliun,” papar Sri Mulyani.

Belanja non-K/L juga meningkat 26,8% dengan realisasi Rp 618,2 triliun. Ini mencapai 54,3% dari total anggaran dalam Perpres No 72 Tahun 2020.

“Terakhir, untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) realisasinya sudah mencapai Rp 698 triliun, atau 91,4% dari total target Perpres No 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 763,9 triliun. Angka tersebut tumbuh 3,1% jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 676,9 triliun. Rinciannya, transfer ke daerah terealisasi Rp 637,5 triliun dan dana desa Rp 60,5 triliun,” ucap Sri Mulyani.

Defisit APBN 4,67% PDB
Menkeu juga memaparkan, realisasi pendapatan negara hingga akhir Oktober tahun ini tercatat mencapai Rp 1.276,9 triliun. Realisasi tersebut terkontraksi 15,4% jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp 1.508,5 triliun.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, defisit APBN periode Januari hingga Oktober 2020 tercatat Rp 764,9 triliun. Defisit ini setara dengan 4,67% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Realisasi defisit hingga Oktober lalu telah mencapai 73,6% dari pagu dalam Perpres No 72 Tahun 2020 sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% PDB.

Sri Mulyani mengatakan, defisit hingga bulan Oktober lalu itu menunjukkan bahwa Indonesia melakukan countercyclical dan dukungan fiskal saat ekonomi mengalami kontraksi akibat tekanan pandemi Covid-19. Kondisi ekonomi yang dialami Indonesia akibat pandemi, lanjut dia, masih lebih baik dibandingkan banyak negara-negara lain.

“Realisasi defisit anggaran Rp 764,9 triliun itu masih sejalan dengan target defisit hingga akhir tahun ini sebesar 6,34% PDB. Sekali lagi, ini dalam konteks Indonesia melakukan countercyclical dengan fiscal support saat ekonomi kontraksi, tetapi kontraksi RI relatif modest, tidak seperti negara lain yang kontraksi 20% atau belasan persen,” tuturnya.

Adapun dari sisi pembiayaan, lanjut Menkeu, realisasinya sampai dengan akhir Oktober 2020 sebesar Rp 928,4 triliun. Ini sekitar 89,3% dari target dalam Perpres No 72 Tahun 2020 sebesar Rp 1.039,2 triliun.

Presiden Ingatkan Keseimbangan
Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada jajaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) dan seluruh gubernur di 34 provinsi agar tetap waspada serta mengelola secara seimbang berbagai persoalan menyangkut penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Saat ini, lanjut Kepala Negara, strategi menyeimbangkan antara ‘gas dan rem’ mulai kelihatan hasilnya, terutama dalam pengendalian Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

“Per 22 November 2020, rata-rata kasus aktif Covid-19 di seluruh Tanah Air mencapai 12,78%, lebih rendah dunia sebesar 28,41%. Ini sudah baik. Kemudian, rata-rata kesembuhan trennya juga membaik, sekarang 84,03%, juga lebih baik dari dunia yang mencapai 69,20%. Ini agar terus kita perbaiki,” kata Kepala Negara saat memimpin rapat terbatas secara daring Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/11/2020).

Ia menyebutkan, dalam perekonomian nasional juga terjadi kemajuan cukup signifikan. Bila ekonomi pada kuartal II-2020 minus 5,32%, pada kuartal III-2020 menjadi minus 3,49%.

“Ini juga harus terus kita perbaiki agar di kuartal IV-2020 menjadi lebih baik dari kuartal ketiga lalu. Meski tingkat pencapaian yang semakin baik, komite dan para gubernur di seluruh Indonesia harus tetap waspada sehingga tidak memunculkan penyebaran pandemi gelombang kedua, yang bisa membuat kita setback, mundur lagi,” katanya.

Pajak Turun
Terkait pendapatan negara, Menkeu menjelaskan lebih rinci, realisasi yang sebesar Rp 1.276,9 triliun hingga Oktober lalu itu setara 75,1% dari target total dalam APBN 2020 perubahan kedua, berdasarkan Perpres No 72 Tahun 2020, sebesar Rp 1.699,9 triliun. Penurunan realisasi pendapatan, lanjut dia, terjadi karena penurunan penerimaan perpajakan dan PNBP.

“Sementara untuk penerimaan hibah mencapai Rp 7,1 triliun hingga Oktober 2020, meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya Rp 1,3 triliun,” tuturnya.

Ia merinci, dari sisi penerimaan perpajakan, realisasinya sebesar Rp 991 triliun hingga Oktober 2020, atau 70,6% dari target total dalam Perpres No 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 1.404,5 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 1.173,9 triliun, maka realisasi perpajakan tahun ini terjadi kontraksi 15,6%.

“Kemudian untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp 278,8 triliun hingga akhir Oktober 2020, atau terkontraksi 16,3% dari periode sama tahun lalu. Angka tersebut setara dengan 94,8% dari total target dalam Perpres No 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 294,1 triliun,” paparnya.

Realisasi Stimulus
Pada kesempatan terpisah, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan, realisasi Program PCPEN telah mencapai Rp 408,61 triliun hingga 18 November. Ini setara 58,7% dari pagu anggaran total Rp 695,2 triliun tahun 2020.

Dari jumlah tersebut, program perlindungan sosial mencapai realisasi tertinggi yaitu Rp 193,07 triliun atau 82,4% dari pagu Rp 234,33 triliun. “Perlindungan sosial menjadi yang paling tinggi, karena program ini sudah ada sebelumnya, meskipun ada beberapa tambahan,” ucap Ubaidi dalam diskusi virtual, Senin (23/11).

Beberapa program untuk mendukung sisi permintaan tersebut, lanjut dia, juga sudah terserap hampir 100%. Ini di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan beras, dan Kartu Prakerja dalam kelompok perlindungan sosial. Dengan realisasi program perlindungan sosial yang baik itu, diyakini mampu menjaga konsumsi masyarakat miskin dan rentan miskin.

Realisasi dana PEN untuk lima sektor lainnya bervariasi. “Pada pos anggaran untuk kesehatan, serapannya sudah mencapai Rp 37,81 triliun atau 38,4% dari pagu anggaran hasil realokasi (terbaru) mencapai Rp 97,26 triliun. Untuk sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sudah terserap Rp 35,33 triliun atau 53,6% dari pagu Rp 65,97 triliun. Pos dukungan UMKM sudah terserap sebesar Rp 96,61 triliun atau 84,1% dari pagu Rp 114,81 triliun, insentif dunia usaha terserap Rp 44,29 triliun atau 36,7% dari pagu Rp 120,6 triliun, sedangkan pembiayaan korporasi baru mencapai Rp 2 triliun atau 3,2% dari pagu Rp 62,2 triliun,” paparnya.

Sumber : Investor.id
Tgl : 24 November 2020

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only