Pajak Orang Pribadi dan Konsumsi Jadi Penentu

Meski demikian, realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) masih terkontraksi

JAKARTA. Setoran pajak 2020 masih jauh panggang dari api. Penerimaan pajak 2020 ini kemungkinan besar kembali tekor dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 alias shortfall.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak hingga akhir November 2020 mencapai Rp 925,3 triliun atau 76,8% dari target yang akhir di Peraturan Presiden 72/2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun. Artinya, penerimaan pajak masih tekor Rp 273,5 triliun.

Dari angka itu, realisasi pajak penghasilan (PPh) migas mencapai Rp 29,2 triliun, mengalami penurunan 44,8% year on year (yoy). Sementara realisasi pajak nonmigas mencapai Rp 869,2 triliun, turun 17,3% yoy.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi PPh migas dalam tren negatif sejalan dengan harga migas di sepanjang tahun ini terjadi fluktuasi cukup tajam dan dalam level yang rendah atau dibawah prediksi pemerintah. Begitu pula dengan lifting migas yang menurun di bawah target.

Kendati demikian, Sri Mulyani melihat ada dua jenis penerimaan pajak yang masih bisa menjadi andalan untuk mengejar target akhir tahun. Pertama, penerimaan PPh orang pribadi (OP) lantaran menjadi satu-satunya jenis penerimaan pajak yang masih tumbuh positif.

Catatan Kementerian Keuangan, hingga akhir November 200 lalu, realisasi PPh OP tumbuh 1,71% yoy. Bahkan, khusus bulan November, realisasi PPh OP tumbuh 13,12% month to month (mtm).

“Kalau kami lihat secara bulanan pada November terlihat ada ayunan pembalikan yang cukup kuat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (21/12). Sebab itu pencapaian PPh OP menjadi salah satu pos penerimaan pajak yang perlu dijaga untuk tetap tumbuh di zona positif pada Desember 2020.

Kedua, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) menurut Sri Mulyani, pos PPN masih mengindikasin harapan untuk membantu mengumpulkan penerimaan pajak dalam satu bulan terakhir. Alasannya, meskipun penerimaan PPN masih tumbuh negatif, tapi tekanan pada November lalu terlihat lebih rendah dibandingkan dengan jenis pajak nonmigas lainnya.

Secara umum, Sri Mulyani meyakini penerimaan pajak pada bulan November berada dalam tren perbaikan. Optimisme ini sejalan dengan pemulihan ekonomi di kuartal IV-2020 yang lebih baik dari pada kuartal III-2020.

“Penerimaan bulan November menunjukkan tren perbaikan, yang sebetulnya di kuartal III-2020 sudah ada pemulihan, tapi memang terbatas pada beberapa jenis pajak saja,” tambahnya.

Shortfall Rp 191 triliun.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, penerimaan pajak loyo memang benar-benar terbebani. Utamanya dari buruknya kinerja penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang terkontraksi 20%.

Di sisi lain, penurunan kinerja PPh nonmigas wajar seiring dengan stimulus fiskal berupa stimulus fiskal berupa insentif perpajakan dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020. Ia mengingatkan fungsi pajak ada dua selain butgetair, tahun ini lebih bergeser sebagai fungsi regulerend.

Karena itu ia menilai, PPN masih bisa memberikan kontribusi yang lebih baik dibandingkan PPh. Ini sejalan dengan memulihka aktivitas ekonomi, khususnya konsumsi masyarakat pada kuartal IV-2020 dibanding kuartal-kuartal sebelumnya.

Walaupun hingga akhir November 2020 realisasi penerimaan PPN masih mengalami kontraksi hingga 14,1% yoy. Fajry memprediksi, shortfall penerimaan pajak pada tahun ini akan mencapai angka Rp 191,8 triliun.

“Kami perkirakan kalau pertumbuhan penerimaan pajak bisa mencapai angka minus 16% dari target akhir tahun saja sudah baik,” ujar Fajry.

Sumber: Harian Kontan, Selassa 22 Des 2020 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only