JAKARTA. Peluang otoritas pajak untuk menggaet pertumbuhan penerimaan sebesar 15% pada tahun ini menyempit sejalan dengan besarnya shortfall penerimaan pajak pada 2020. Apalagi, prospek ekonomi nasional pada 2021 cukup gelap lantaran tahapan vaksinasi yang masih tak pasti.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, shortfall penerimaan pajak sepanjang tahun lalu tercatat mencapai Rp128,8 triliun. Total penerimaan pajak selama 2020 adalah Rp1.070,0 triliun atau hanya 89,3% dari target yang tertuang di dalam Perpres No. 72/2020 yakni mencapai Rp1.198,8 triliun.
Capaian pada tahun lalu itu terkoreksi sebesar 19,7% dibandingkan dengan penerimaan pajak pada 2019. Performa ini jauh di atas proyeksi pemerintah yang menargetkan penurunan kinerja pajak hanya sekitar 10%.
Sementara itu, target penerimaan pajak pada tahun ini ditetapkan senilai Rp1.229,6 triliun. Dengan demikian, pertumbuhan target penerimaan pajak pada 2021 hampir mencapai 15%, atau tepatnya 14,91%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan alamiah sekitar 8%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan kinerja penerimaan pajak pada tahun lalu meleset dari ekspektasi pemerintah.
Pertama kondisi ekonomi nasional yang tertekan oleh pandemi Covid-19. Kedua banyaknya wajib pajak yang memanfaatkan insentif fiskal, terutama wajib pajak badan atau korporasi.
“Ini adalah syok yang terjadi karena penerimaan pajak yang turun dan insentif untuk membantu sektor usaha. Penurunan pajak karena adanya penurunan kegiatan ekonomi dan banyaknya insentif,” kata Menkeu, Rabu (6/1).
Seluruh jenis pajak memang mencatatkan kinerja yang negatif. Pajak penghasilan (PPh) Migas terpantau turun 43,9% dibandingkan dengan 2019. Adapun pajak nonmigas terkoreksi 18,6%.
Jenis pajak yang mengalami penurunan drastis adalah PPh 22 Impor yakni -49,5%. Hal ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas importasi barang sejalan dengan adanya penguncian wilayah di sejumlah negara.
Selain itu, PPh Badan juga tertekan yakni hingga -37,80% yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi, penurunan tarif, serta adanya insentif berupa pengurangan angsuran PPh 25.
Sri Mulyani menilai penerimaan pajak pada tahun lalu adalah sektor yang paling terpukul oleh dampak pandemi Covid-19. Tantangan itu menurutnya masih berlanjut pada tahun ini.
Kendati tahapan vaksinasi telah dimulai, menurutnya dampak dari Covid-19 masih membayangi. “Namun pengadaan vaksin menumbuhkan optimisme di masyarakat dan pemulihan APBN untuk menormalkan kembali kebijakan fiskal,” ujarnya.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menambahkan, selain faktor ekonomi yang tertekan dan banyaknya pemanfaatan insentif oleh wajib pajak, performa yang buruk pada tahun lalu juga disebabkan oleh terbatasnya aktivitas sosial.
Alhasil, petugas Ditjen Pajak tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa sehingga kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak tersendat. “Keterbatasan pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi ini sebetulnya elemen yang menyebabkan shortfall pajak muncul,” kata dia.
TIDAK MUDAH
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto mengatakan bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk memungut pajak di tengah resesi ekonomi. Pasalnya, hampir seluruh sektor bisnis menghadapi dampak Covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Paling yang masih bagus sektor kesehatan, itu pun banyak mendapatkan insentif,” katanya. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan koreksi atas kebijakan fiskal yang dapat memengaruhi prospek penerimaan negara.
Hal ini dilakukan agar tekanan terhadap penerimaan pajak mampu sedikit diredam. Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan, iklim perpajakan pada tahun lalu di luar prediksi, terutama terkait dengan tren penerimaan pada pengujung tahun.
Menurutnya, selama ini penerimaan pajak pada bulan terakhir selalu mencatatkan kinerja yang positif. Akan tetapi tren ini tidak berlaku pada tahun lalu. “Biasanya kinerja membaik pada Desember, ini malah memburuk,” katanya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardhana mengatakan tertekannya penerimaan pajak pada tahun lalu memang cukup wajar, terutama untuk pajak nonmigas dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang mencerminkan kinerja ekonomi
Sumber: Harian Bisnis Indonesia
Leave a Reply