Mobil Listrik Perlu Setrum Insentif Fiskal

Harga mobil listrik perlu ditekan menjadi di bawah Rp 450 juta per unit

JAKARTA. Pengembangan kendaraan listrik perlu dukungan insentif fiskal. Kementerian Keuangan berencana merilis aturan turunan terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% untuk kendaraan listrik.

Pada 16 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo sudah menerbitkan PP No 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Kementerian Keuangan belum menjawab secara tegas soal kepastian penerbitan aturan yang bisa membuat harga mobil listrik menjadi terjangkau. “Nanti pada waktu yang tepat akan dijelaskan semua. Saat ini masih berproses,” jelas Staf Khusus Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo, Kamis (7/1).

Dalam PP 73/2019, pemerintah mengatur tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor roda empat yang menggunakan teknologi Plug-In Hybrid Electric Vehicles, Battery Electric Vehicles, atau Fuel Cell Electric Vehicles.

Untuk kelompok kendaraan itu, pemerintah menetapkan tarif sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak sebesar 0% (nol persen) dari harga jual. Dengan catatan konsumsi bahan bakar setara lebih dari 28 kilometer perliter atau tingkat emisi CO2 hingga 100 gram per kilometer. Namun, untuk kelompok kendaraan bermotor angkutan orang, pemerintah menetapkan kebijakan tarif PPnBM yang berbeda untuk motor listrik.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, untuk bisa mengejar target 20% populasi, harga mobil listrik perlu ditekan hingga di bawah Rp 450 juta per unit. Prakondisi ini, berdasarkan pengamatan Fabby, belum tercapai. “Jika dilihat saat ini harga mobil listrik di pasar Indonesia masih di atas Rp 600 juta per unit,” kata Fabby, kemarin.

Menurut Fabby, untuk menekan harga mobil listrik hingga di bawah Rp 450 juta, pemerintah perlu menggelontorkan sejumlah insentif baik pada sisi hulu, yakni industri baterai listrik, maupun untuk kendaraan listrik. Insentif pada sisi hulu bisa dengan menggencarkan insentif tax holiday dan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.

Sementara untuk kendaraan listrik, insentif bisa melalui beberapa cara seperti penghapusan Bea Balik Nama (BBN), relaksasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

Adapun insentif BBN sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan Pergub No.3 Tahun 2020 tentang insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Menurut Fabby, praktik pemberian insentif fiskal memang jamak di beberapa negara seperti China, Norwegia dan Amerika Serikat untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik.

“Berdasarkan pengalaman internasional, insentif fiskal merupakan instrumen yang dipilih pemerintah untuk menurunkan harga jual kendaraan listrik, sehingga bisa meningkatkan minat konsumen,” tutur dia.

Pengamat otomotif, Bebin Djuana menilai, saat ini seluruh dunia akan beralih ke kendaraan listrik, baik roda empat maupun roda dua. Tak hanya kendaraan pribadi, transportasi publik di Indonesia juga harus beralih ke kendaraan listrik. Hal ini diyakini bisa mendorong pengurangan polusi udara dalam penggunaan kendaraan bahan bakar minyak maupun solar.

Kata dia, penggunaan mobil listrik jua kana menguntungkan masyarakat. Pasalnya, untuk pemakaian kendaraan listrik, biaya per kilometer tidak sampai 30% dari penggunaan bahan bakar minyak.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 08 Jan 2021 hal 13

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only