Jurus Ekstensifikasi dan Intensifikasi 2021

JAKARTA. Tekornya penerimaan pajak tahun lalu membuat target setoran pajak yang harus dikejar pada tahun ini lebih berat. Namun, kantor pajak belum mengubah strategi dan kebijakan tahun ini.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak tahun lalu sebesar Rp 1.070 triliun atau hanya 89,3% dari outlook Rp 1.198,8 triliun. Alhasil, realisasi tahun lalu mencatat shortfall Rp 128,8 triliun.

Adapun target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar Rp 1.229,6 triliun atau naik Rp 159,6 triliun sekitar 12,9% dari realisasi tahun 2020.

Secara terperinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas 2021 ditargetkan sebesar Rp 45,76 triliun, meningkat 27,4% dari realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 33,2 triliun. Sementara target penerimaan pajak non migas pada tahun ini sebesar Rp 1.183,84 triliun, naik 12,4% dari realisasi 2020 sebesar Rp 1.036,8 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan pajak di tahun ini akan dipengaruhi oleh keberlanjutan pemulihan ekonomi di tengah penanganan pandemi korona. Namun, hingga saat ini, pemerintah belum memberikan sinyal untuk merevisi target pajak 2021.

DirekturPelayanan, Penyuluhan, dam Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemkeu Hestu Yoga Saksama memastikan, pada 2021 pihaknya tetap menjalankan intensifikasi dan ekstensifikasi basis pajak. Walaupun, ia memungkiri ke depan akan terkendala kebijakan pembatasan sosial.

“Kami berharap program vaksinasi virus korona berjalan dengan lancar, sehingga aktivitas masyarakat dan dunia usaha kembali berjalan normal. Demikian juga aktivitas intensifikasi dan ekstensifikasi pajak,” kata Yoga, Kamis (7/1).

Yoga juga menyebut, kantor pajak belum mengagendakan kebijakan pajak baru yang bisa mengerek penerimaan pada tahun ini. “Mengenai kebijakan pajak, belum ada yang rencana perubahan yang bisa saya sampaikan,” ujar Yoga.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, pemerintah bisa menurunkan ambang batas ketentuan omzet pengusaha kena pajak (PKP) saat ini yang di atas Rp 4,8 miliar per tahun.

“Saya kira tidak akan mengganggu recovery ekonomi, justru ini dapat mendorong persaingan usaha yang sehat. Potensi penerimaannya besar,” kata Fajry.

Sebab, berdasarkan laporan belanja perpajakan tahun 2018, ada potensi penerimaan pajak Rp 44 triliun yang hilang karena ambang batas PKP di Indonesia terlalu tinggi.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan basis pajak, terutama jumlah wajib pajak dengan orang pribadi. Misalnya, dengan menghapus pungutan PPh Final pada sektor kontruksi.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 08 Jan 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only