Penerimaan Tembus Rp 665 Miliar, Bea Cukai Riau Lampaui Target 2020

PEKANBARU. Kantor Wilayah Bea Cukai Riau yang membawahi empat BC Pekanbaru, BC Dumai, BC Tembilahan, dan BC Bengkalis mencatat penerimaan yang mencapai Rp 665,1 miliar atau 203,75 persen dari target yang ditetapkan Rp 326,45 miliar.

Kepala Bidang Fasilitas Bea Cukai Riau Hartono mengungkapkan realisasi di 2020 mengalami kenaikan sebesar 237,8 persen dari tahun sebelumnya.

“Lonjakan penerimaan ini didorong dari sektor bea keluar atas komoditi CPO (crude palm oil) dan turunannya yang mengalami kenaikan harga patokan ekspor (HPE),” ungkapnya dalam jumpa pers.

Hartono menyebutkan selama 2020 Bea Cukai telah memberikan berbagai fasilitas kepabeanan dan cukai.

Dia memerinci, antara lain penetapan dua perusahaan dalam pusat logistik berikat, pemberian fasilitas gudang berikat.

Kemudian, pemberian 53 fasilitas pemberian pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) untuk perusahaan minyak dan gas.

Hingga akhir 2020, katana, jumlah penerima fasilitas di Kantor Wilayah Bea Cukai Riau yaitu 33 perusahaan kawasan berikat, enam perusahaan pusat logistik berikat, dua perusahaan gudang berikat dan satu perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Hartono melanjutkan dari pengawasan pihaknya berhasil melakukan 422 penindakan dan mengamankan barang senilai Rp 423,12 miliar dengan total potensi kerugian negara Rp 268,5 miliar.

Komoditas yang mendominasi penindakan ini ialah rokok ilegal sejumlah 36,6 juta batang dan hasil pengolahan tembakau lainnya sebanyak 12,4 liter dengan potensi kerugian negara Rp18,55 miliar.

Untuk komoditas narkotika, psikotropika, dan prekursor (NPP), jumlah perkiraan nilai barang Rp 363,1 miliar yang setara dengan menyelamatkan 1,25 juta jiwa.

Hartono menjelaskan, selama 2020 selain mengeluarkan beberapa kebijakan terkait keringanan di tengah pandemi Covid-19, Bea Cukai juga menyusun langkah strategis untuk mewujudkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya, pembangunan National Logistic Ecosystem (NLE), yang mengintegrasikan sistem logistik yang sudah ada menjadi sebuah ekosistem logistik sehingga memangkas biaya.

“Sistem ini akan berorientasi pada kerja sama antarinstansi pemerintah dan swasta yang dilakukan melalui pertukaran data, simplikasi proses, penghapusan repetisi, duplikasi, dan single profile,” ungkapnya.

Hartono mengatakan akhir 2020, Bea Cukai mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang memperhatikan aspek pengendalian konsumsi, tenaga kerja, petani, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan.

Menurutnya, kebijakan cukai 2021 difokuskan ke pengendalian konsumsi yang ditandai dengan besaran kenaikan lebih dominan ke sigaret kretek mesin (SKM) yang memiliki market share terbesar yaitu 71,4 persen.

“Untuk jenis SKT (sigaret kretek tangan) ditetapkan tarif cukainya tidak mengalami kenaikan dengan mempertimbangkan sektor padat karya dan mengingat dalam masa pemulihan perekonomian akibat perekonomian pandemi Covid-19,” ujarnya.

Hartono mengungkapkan alokasi dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) 2021 akan diprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat dengan persentase 50 persen, kesehatan 25 persen, dan penegakan hukum 25 persen.

Berdasar Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 dan Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 188/PMK.04/2020, dalam rangka vaksinasi Covid-19 di Indonesia, vaksin corona akan mendapat fasilitas kepabeanan dan cukai.

“Fasilitas tersebut diantaranya pembebasan bea masuk atau cukai, tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Penjualan Barang Mewah, serta pembebasan pemungutan Pajak Pengahasilan pasal 22,” pungkas Hartono.

Sumber : Jpnn.com, Kamis 21 Jan 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only