Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No.6/2021 yang mulai berlaku 1 Februari nanti.
Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan peraturan tentang penghitungan dan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penghasilan (PPh) terkait dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, juga voucer.
Aturan mainnya tentang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021. Beleid yang ditandatangani Sri Mulyani ini berlaku 1 Februari 2021.
Hanya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan, pengenaan PPN dan PPh atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher selama ini telah berlaku. Sehingga, tidak terdapat jenis dan objek pajak baru dalam beleid tersebut. Meski begitu, PMK No.6/2021 mengatur beberapa ketentuan.
Pertama, pengutan PPN terhadap pembelian pulsa dan kartu perdana hanya sampai distributor tingkat II alias server. Dengan begitu, untuk rantai distribusi selanjutnya, seperti dari pengecer ke konsumen langsung, tidak perlu dipungut PPN lagi.
Kedua, distributor pulsa juga dapat menggunakan tanda terima pembayaran sebagai faktur pajak. Walhasil, distributor tidak perlu membuat lagi faktur pajak secara elektronik (e-Faktur).
Ketiga, pungutan PPN token listrik dikenakan hanya atas jasa penjualan atau pembayaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, dan bukan atas nilai token listriknya.
Keempat, pungutan PPN voucher juga hanya dikenakan atas jasa pemasarannya berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucher. “Hal tersebut lantaran voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, Jumat (29/1).
Kelima, pemungutan PPh Pasal 22 untuk pembelian pulsa dan kartu perdana oleh distributor serta PPh Pasal 23 untuk jasa pemasaran atau penjualan token listrik dan voucher, merupakan pajak yang dipotong di muka dan tidak bersifat final.
Atas pajak yang telah dipotong tersebut, nantinya bisa dikreditkan oleh distributor pulsa atau agen penjualan token listrik dan voucher dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan. “Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa ketentuan ini tidak memengaruhi harga pulsa, kartu perdana, token listrik, atau voucher,” tambah Yoga.
Sampai berita ini turun, Senior Vice President, Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Turina Farouk tidak menjawab panggilan telepon maupun pesan singkat mengenai peraturan itu.
Voucer diperlakukan alat pembayaran yang tidak terutang PPN.
Persoalan tax gap
Pengamat Pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam melihat, urgensi pengaturan PPN dan PPh tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam mengurangi tax gap.
Tax gap memang sedang dialami oleh Indonesia. Apalagi, dalam kondisi pandemi Covid-19, pemerintah sudah banyak melakukan relaksasi fiskal dan insentif, yang berpotensi mengurangi penerimaan pajak. Makanya di satu sisi, pemerintah juga tengah menjaga penerimaan pajak yang harus menjadi perhatian dalam rangka mengelola risiko fiskal ke depan.
Sebab itu, “Strategi penerimaan pajak yang cukup jitu ialah mengurangi tax gap, yaitu celah potensi penerimaan pajak yan seharusnya bisa diterima oleh pemerintah,” kata Darussalam.
Selama ini yanh sering terjadi adalah kebingungan dalam administrasi pemungutan PPN termasuk yang terkait dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer. Nah dengan kelahiran PMK No.6/2021, Darussalam yakin, bisa memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan dalam tata cara pemungutan PPN di bidang usaha itu.
Sumber: Harian Kontan. Sabtu 30 Jan 2021 hal 2
Leave a Reply