Pengusaha Horeka Butuh Stimulus

Pemerintah berjanji memberi insentif ke sektor horeka

JAKARTA. Pemerintah secara resmi memberlakukan insentif fiskal berupa relaksasi pajak untuk sektor properti dan otomotif mulai awal Maret 2021. Setelah kedua sektor tersebut, pemerintah juga menyiapkan insentif ke bisnis hotel, restoran dan kafe (horeka).

Kami sedang mendalami kembali, kemarin kami membahas dengan Menteri Pariwisata. Nanti kami juga memformulasikan dengan Menkeu dan tentu belum bisa mengumumkannya sekarang, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (1/3).

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyambut positif rencana pemberian insentif untuk sektor hotel dan restoran. Sebab, sejak pandemi corona (Covid-19), bisnis horeka paling terkena dampaknya. Bahkan, memasuki tahun 2021, belum ada sinyal bahwa sektor hotel dan restoran akan membaik.

Apalagi di kuartal I-2020 umumnya dikenal sebagai periode low season. “Sektor pariwisata sangat bergantung pada interaksi dan pergerakan orang. Adanya pembatasan kegiatan berpengaruh pada sektor tersebut dan berimbas pula ke industri horeka, ungkap dia, Selasa (2/3).

Maulana menyebutkan, saat ini insentif yang dibutuhkan bagi pengelola hotel dan restoran adalah subsidi modal kerja yang bukan bersifat pinjaman. Hal ini untuk menjaga kelangsungan operasional usaha, termasuk membayar gaji karyawan hingga membayar tagihan listrik dan air.

Modal kerja berupa pinjaman dinilai kurang tepat untuk pelaku usaha hotel dan restoran. Apalagi, mereka sangat bergantung pada kondisi pariwisata yang notabene sedang tertekan dan belum diketahui kapan pulih. Justru, dikhawatirkan pengusaha hotel dan restoran tak mampu mengembalikan pinjaman perbankan.

Sektor pariwisata masih rugi. Perbankan juga ragu kalau memberikan pinjaman, karena risiko gagal bayarnya cukup besar, kata dia.

Di samping itu, PHRI berharap adanya insentif fiskal berupa relaksasi kembali pajak penghasilan (PPh) 25. Saat ini, adanya diskon angsuran PPh 25 sebesar 30% setiap bulan dinilai belum efektif lantaran mayoritas pelaku usaha pariwisata, termasuk pebisnis hotel dan restoran mencatatkan kerugian.

CEO Dafam Hotel Management, Andhy Irawan menilai, insentif yang sudah diberikan pemerintah tidak tepat sasaran. “Jadi bukan berarti insentif dari pemerintah kurang baik, tetapi kadang tidak tepat sasaran kepada intinya, imbuh dia, Selasa (2/3).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto berpendapat, saat ini pengusaha restoran dan kafe sangat memerlukan insentif dalam bentuk dana untuk memastikan pembayaran kepada para karyawannya.

Selain itu, dia berharap kebijakan stimulus PPh 21 dievaluasi kembali lantaran banyak tenaga kerja restoran dan kafe yang mengalami pengurangan gaji dan dirumahkan, sehingga kurang efektif. Bisnis restoran dan kafe sangat bergantung pada kondisi pandemi Covid-19. Yang bisa kami upayakan adalah penerapan protokol kesehatan di lokasi, ujar dia, kemarin.

Penjualan produk restoran dan kafe pun saat ini lebih banyak disumbangkan dari pesanan yang dibawa pulang (take away). Di sisi lain, penjualan secara take away tetap tidak bisa menutupi kehilangan potensi pendapatan dari penjualan secara dine in atau makan/minum di tempat.

Sumber: Harian Kontan, Rabu 03 Mar 2021 hal 12

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only