JAKARTA. Pemerintah menetapkan objek reinvestasi hasil dividen bagi wajib pajak yang ingin mendapatkan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh). Objek reinvestasi difokuskan untuk mendorong investasi di pasar keuangan maupun sektor riil.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Beleid ini diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mulai efektif sejak 17 Februari 2021. Adapun pengecualian dari objek PPh berlaku atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dari dalam negeri.
Untuk mendapatkan insentif tersebut, para investor yang merupakan wajib pajak penerima deviden, mesti menanamkan modalnya kembali sebanyak 30% dari nilai dividen yang mereka dapat ke dalam sejumlah instrumen investasi yang sudah ditentukan. “Kami mendorong agar dividen yang bisa ditanamkan di investasi kembali di dalam negeri. Kalau tidak, akan terkena PPh,” kata Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Instrumen investasi yang ditetapkan Menkeu; Pertama, surat utang dan sukuk yang diterbitkan negara, korporasi, dan lembaga pembiayaan. Kedua, investasi pada bank persepsi, bisa juga investasi infrastruktur lewat kerjasama pemerintah dan badan usaha.
Ketiga, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Keempat juga penyertaan modal di perusahaan anyar atau yang sudah berdiri dan investasi lainnya.
Jika diinvestasikan pada instrument pasar keuangan wujudnya mulai dari efek bersifat utang, termasuk medium term notes, sukuk, saham, unit penyertaan reksa dana, efek beragun aset, unit penyertaan dana investasi real estat, deposito, tabungan, dan giro. Aturan main yang harus diperhatikan oleh wajib pajak yang ingin mendapat insentif adalah jangka waktu investasinya selama tiga tahun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai kebijakan ini mampu membantu menahan modal asing maupun domestik untuk tetap berada di Indonesia. Luasnya diversifikasi sekaligus menjadi kesempatan reinvestasi tentunya akan menjadi salah satu daya tarik dari keringanan pajak itu.
Ia memperkirakan investor di pasar modal cenderung mereinvestasi ke pasar saham. Sejalan dengan orientasi imbal hasil yang cenderung lebih tinggi bila dibandingkan imbal hasil instrumen investasi yang lainnya.
“Surat Berharga Negara (SBN) pun mungkin menjadi salah satu alternatif tujuan reinvestasi sejalan dengan tingkat kupon yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya,” katanya kepada KONTAN, (2/3).
Sedangkan Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho menyebut surat utang negara menjadi salah satu instrumen reinvestasi yang menjanjikan. Menurutnya, obligasi surat utang negara (SUN) saat ini lagi murah-murahnya, karena investor asing cenderung menilik US Treasury yang lebih menarik.
Catatan Luthfi, posisi yield 10 tahun SUN saat ini berada di level 6,6%. Yield tersebut bisa turun lagi apabila ke depan Bank Indonesia (BI) membeli SUN. “Jadi opportunity yang bagus sekarang kalo mau beli SUN. Tapi bukan berarti semua investor akan ke obligasi. Bisa macam-macam, tergantung appetite si investornya,” kata Luthfi kepada KONTAN.
Sumber: Harian Kontan, Rabu 03 Mar 2021 hal 2
Leave a Reply