Bisa Tancap Gas Meski Terganjal Pajak

Menghitung prospek saham dan kinerja Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) di antara potensi kenaikan penjualan gas dan denda pajak

JAKARTA. Langkah PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) menjaring laba bersih di sepanjang tahun 2021 ini, tersandung kewajiban pajak terutang ke Ditjen Pajak. Kinerja operasional di sepanjang tahun 2020 lalu yang masih menurun, juga menambah beban PGAS dalam memperbaiki kinerja. Analis memproyeksikan kinerja PGAS sepanjang tahun ini cenderung konservatif.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2020, pendapatan PGAS tercatat menurun 23,5% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi US$ 2,15 miliar. Sementara, laba bersih turun lebih dalam lagi yakni sebesar 58,75% yoy menjadi US$ 3,26 juta.

Penurunan kinerja tersebut, menurut analis, masih akan terjadi dalam laporan kinerja sepanjang tahun 2020. Hasan Barakwan Analis Sucor Sekuritas memprediksi dalam risetnya, manajemen PGAS menjabarkan bahwa kinerja sepanjang 2020 masih menurun pada semua segmen.

Volume distribusi gas tercatat masih menurun 13% yoy menjadi 838 bbtud. Angka tersebut berada 5% di bawah target PGAS, dan 1% di bawah target Sucor Sekuritas untuk kinerja tahunan 2020.

Hasan menyatakan, berdasarkan keterangan manajemen PGAS, penurunan volume distribusi gas akibat kebutuhan gas di berbagai sektor lainnya juga masih lemah. Sementara target pertumbuhan volume distribusi gas dari manajemen untuk tahun 2021 ini, dinilai Hasan cenderung konservatif.

PGAS memproyeksikan pertumbuhan volume distribusi gas sekitar 12% ke 894 bbtud-930 bbtud. Sementara, bisnis transmisi gas dan bisnis hulu diprediksi naik masing-masing 11% dan 35% yoy.

Katalis Positif

Analis Panin Sekuritas Juan Oktavianus juga memproyeksikan pertumbuhan kinerja PGAS di 2020 cenderung flat.

Namun, potensi kenaikan kinerja PGAS pada tahun 2021 tetap ada. Sentimen positif datang dari data Purchasing Managers’s Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Januari 2021 yang naik 52,2 lebih tinggi dari periode bulan lalu yang sebesar 51,3.

Di samping itu, tren kenaikan harga minyak juga dilihat Juan akan memberi sentimen positif bagi penjualan minyak PGAS. Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah kontrak pengiriman Maret 2021, per Senin (15/2) pukul 19.36 WIB capai rekor tertinggi di US$ 60,65 per barel. “Kenaikan harga minyak meningkatkan operasional pengangkutan minyak dan operasional bisnis hulu, jadi akan berdampak positif bagi PGAS,” kata Juan.

Sedangkan dari sisi operasional, Juan memproyeksikan tetap mampu tumbuh positif meski intervensi pemerintah dalam mengatur harga gas bisa menurunkan margin. Di sisi lain, Juan melihat dengan harga gas yang murah maka volume distribusi gas bisa meningkat.

Namun, dari sisi laba bersih berpotensi tergerus karena kasus kekalahan PGAS dalam sengketa pajak. PGAS harus membayar sebesar Rp 3,06 triliun ke Ditjen Pajak sebagai bagian pajak terutang. “Kasus ini membuat potential loss karena ada beban provisi sengketa pajak,” kata Juan.

Meski begitu, Juan menilai likuiditas PGAS masih aman. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun lalu, PGAS mencatatkan posisi kas US$ 1,2 miliar atau Rp 16,81 triliun. Posisi kas milik perusahaan gas plat merah itu naik 14,8% dari posisi tahun sebelumnya yang senilai US$ 1,04 miliar. PGAS juga memiliki fasilitas standby loan yang mencukupi.

Meski ada masalah sengketa pajak, kinerja operasional PGAS di tahun 2021 akan tetap berjalan lancar. Juan optimistis kinerja PGAS mampu lebih baik dibanding kinerja tahun lalu. Juan merekomendasikan beli dengan target harga Rp 2.000.

Kalkulasi Hasan pendapatan PGAS tahun ini bisa naik 8,04% menjadi US$ 3.572 miliar. PGAS juga berpotensi kembali mencatatkan laba senilai US$ 174 juta, dibanding proyeksi kerugian US$ 36 juta di tahun lalu.

Pada penutupan bursa saham Senin (15/2), harga PGAS naik 7,04% menjadi Rp 1.520 per saham.

Sumber: Harian Kontan, Selasa 16 Feb 2021 hal 5

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only