Menakar prospek saham sektor manufaktur di tengah pemulihan ekonomi.
JAKARTA. Ekspansi industri manufaktur kembali melandai. Data IHS Markit menunjukkan, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia di Februari sebesar 50,9.
Meskipun aktivitas manufaktur masih berada di level ekspansif, laju pertumbuhan ini melambat dari indeks PMI Januari 2021 di level 52,2. Seiring, saham-saham anggota indeks sektor manufaktur juga terkoreksi sepanjang tahun ini, year to date (ytd).
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), per Rabu (3/3), indeks sektor manufaktur terkoreksi 1,72% ytd. Indeks sektoral yang berhubungan dengan manufaktur, yakni sektor barang konsumsi, juga terkoreksi 5,53% ytd.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin mengatakan, perlambatan ekspansi manufaktur Indonesia pada Februari disebabkan oleh terganggunya kegiatan operasional akibat pandemi Covid-19. Memasuki bulan Maret, Anthony memperkirakan aktivitas manufaktur akan kembali terkontraksi.
“Data terbaru menunjukkan bahwa tekanan daya beli tetap kuat, seperti yang ditunjukkan oleh kontraksi dalam angka penjualan ritel,” ujarnya, Selasa (2/3). Selain itu, inflasi inti yang menurun menegaskan daya beli relatif masih lemah.
Bisa pulih
Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar mengatakan, turunnya saham sektor manufaktur banyak dipengaruhi oleh saham-saham big caps. Contohnya, saham PT Astra International Tbk (ASII) yang merupakan konstituen terbesar di sektor aneka industri, telah turun 5,81% ytd.
Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu mengatakan, sejatinya indeks PMI manufaktur dengan saham sektor manufaktur belum tentu berkolerasi secara langsung. Sebab, PMI manufaktur mengukur tingkat utilitas atau kegiatan manufaktur, bukan terkait profitabilitas.
Dalam keadaan normal, memang seharusnya keduanya berkorelasi secara langsung. Namun karena pendemi masih berlangsung, perusahaan banyak melakukan inisiatif untuk menjaga kelangsungan usaha. Termasuk diantaranya menurunkan harga jual, yang berdampak pada pemangkasan keuntungan.
Kata Chandra, pelaku pasar seharusnya memilih saham yang bersifat siklikal seperti otomotif dan properti, terutama perumahan, building material, dan konstruksi. Sektor itu, lanjut Chandra, akan naik seiirng fase pemulihan pandemi Covid-19.
Adapun Anggaraksa menilai saham INDF, UNVR, SIDO, dan KLBF masih menarik untuk jangka panjang. Menurutnya, perbaikan penanganan pandemi akan dapat memulihkan kegiatan ekonomi.
Selain itu, dia melihat, berbagai stimulus seperti pemotongan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan roda empat juga berpotensi menjadi katalis positif bagi industri manufaktur ke depan.
Sumber: Harian Kontan, Kamis 04 Mar 2021 hal 4
Leave a Reply