JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menurunkan ambang batas (threshold) omzet pengusaha kena pajak (PKP) mendapatkan penolakan dari kalangan usaha. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tegas akan menolak rencana tersebut. Sebab, selain merugikan pelaku usaha kecil membuat kebijakan pemerintah tidak konsisten.
Sejak tahun 2014 hingga kini, batasan omzet PKP ditetapkan Rp 4,8 miliar per tahun. Sebelumnya, batasan omzet PKP adalah Rp 600 juta per tahun.
Batasan omzet PKP ini berkaitan dengan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN). Jika memiliki omzet di atas PKP, si pengusaha wajib menyetor PPN atas produknya.
“Pemerintah cenderung tidak konsisten dalam membuat konsideran sebuah aturan. Ini membuat standard ganda dalam membuat regulasi perpajakan,” ujar Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI Ajib Hamdani kepada KONTAN, Kamis (18/3).
Standard ganda yang dimaksud oleh Ajib adalah, pada 1 Maret 2021, pemerintah menghapus pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor dengan alasan untuk mendorong konsumsi.
Namun, setelah itu pemerintah malah membuat usulan untuk menurunkan threshold PPN dengan alasan untuk memperluas basis pajak dan peningkatan penerimaan.
“Kalau memang pendekatan yang dipakai adalah mendorong konsumsi, seharusnya justru pemerintah menaikkan threshold PPN,” tegasnya.
Sumber: Harian Kontan, Jumat 19 Mar 2021 hal 2
Leave a Reply