JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya mencari celah menambah penerimaan pajak di tengah pandemi Covid-19. Aparat pajak bahkan sudah menyusun daftar sektor usaha yang jadi sasaran penggalian penerimaan pajak dalam rencana kerja 2021 hingga 2024.
Tahun ini, pemerintah akan menyisir sektor usaha informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman, perdagangan, serta industri farmasi dan kesehatan dalam penggalian potensi penerimaan. Pertimbangannya pajak menganggap sektor ini masih mencatatkan kinerja positif saat pandemi.
Pajak juga menyiapkan enam langkah strategis. Pertama, penyusunan dan sosialisasi modul gali potensi sektoral. Kedua, pemetaan wajib pajak di tiap kantor wilayah pajak dan kantor pelayanan pajak (KPP) berdasarkan sebaran, potensi dan risiko.
Ketiga, penggunaan compliance risk management (CRM) untuk penentuan resiko atau prioritas wajib pajak berdasarkan sistem. Keempat, pengumpulan dan pemanfaatan data melalui Approweb, perangkat lunak yang dimiliki Ditjen Pajak untuk menyandingkan data internal dan data eksternal untuk mengawasi wajib pajak.
Kelima, analisis dan tindaklanjut Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Informasi Keuangan (P2DK). Keenam, analisis kebutuhan data eksternal dan penentuan prioritas data lembaga, asosiasi, atau pihak lain (ILAP) yang mendukung fokus sektoral.
Sayangnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor belum mau menjelaskan terperinci soal rencana kerja pajak ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani tak mempermasalahkan rencana ini, sepanjang wajib pajak bisa memenuhi kewajiban maka harus memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara.
“Yang penting jangan sektor usaha yang masih terdampak pandemi,” kata Hariyadi kepada KONTAN, Senin (22/3).
Hariyadi mengingatkan, dalam situasi pemulihan ekonomi saat ini, pengusaha masih membutuhkan dukungan dari pemerintah. Misalnya, stimulus modal kerja dan pelonggaran terhadap restrukturisasi, hingga mitigasi risiko.
Saat ini, kata Haryadi, beban pengusaha mengangsur pinjaman perbankan dipindahkan ke belakang. Ke depan menuju ke arah normal, Apindo khawatir tak semua pengusaha bisa membayar utang. “Jadi harus ada fleksibilitas pemerintah dan otoritas terkait untuk mendukung perbankan,” tambahnya.
Sumber: Harian Kontan, Selasa 23 Mar 2021 hal 1
Leave a Reply