Pajak Mulai Memburu Kepatuhan Wajib Pajak

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memburu peluang penerimaan pajak. Salah satunya cara dengan menebar surat.

Isinya adalah permintaan klarifikasi atas penurunan pembayaran pajak yang terjadi perusahaan wajib pajak pada bayar Januari sampai Februari 2021. Padahal, bisnis wajib pajak belum pulih akibat pandemi, bahkan bisa bertahan saja sudah bagus.

Direktorat Jenderal Pajak menyebut, surat ke wajib pajak seperti Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan atau Keterangan (SP2DK) dan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) berbuah manis bagi penerimaan.

Sebagai gambaran, tahun 2020 lalu, surat seperti ini berhasil mengumpulkan penerimaan hingga Rp 66,8 triliun. Penerimaan segede itu terkumpul, setelah tahun lalu. Ditjen Pajak menerbitkan SP2DK sebanyak 2,35 juta serta LHP2DK sejumlah 2,02 juta ke wajib pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor Kamis (8/4) menjelaskan, penerbitan SP2DK berdasarkan informasi, data, dan keterangan yang dihimpun dari sistem perpajakan.

“Surat ini dikirimkan sebagai bentuk pengawasan wajib pajak sekaligus strategi mengejar setoran,” ujarnya. Bila dalam proses konseling, Ditjen Pajak menemukan potensi penerimaan pajak yang belum terbayarakan WP, aparat pajak akan menangihnya. Hanya Neil, enggan menyebut SP2DK maupun LHP2DK yang diterbitkan tahun 2021 ini.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai, SP2DK tahun ini tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, karena pandemi.

“Aparat Pajak pasti akan terus mengupayakan penggalian potensi lewat mekanisme SP2DK sebelum melanjutkannya ke proses pemeriksaan bila WP tidak kooperatif,” tandas Ajib.

Mencocokan data

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono, Ditjen Pajak akan pengiriman SP2DK ke WP setelah mmencocokkan data yang dilaporkan oleh WP dengan instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP).

Jika menemukan perbedaan, Pajak akan mengirimkan surat WP. Kata dia imbauan seperti ini merupakan hal lumrah untuk memastikan kepatuhan wajib pajak terutama wajib pajak badan usaha.

Prianto bilang, SP2DK masih jadi cara Ditjen Pajak untuk menggali potensi penerimaan. Ia memperkirakan petugas Pajak akan menggunakan data SPT Tahun 2020 untuk WP badan usaha yang tenggat waktunya berakhir pada 30 April 2021. Tapi, kata dia, ini butuh waktu satu hingga dua bulan agar kualitas SP2DK Ditjen Pajak punya potensi menambah penerimaan.

SPT WP perlu disandingkan dengan data internal dan eksternal Ditjen Pajak. “SP2DK akan lebih kencang semester II-2021. Sementara untuk SPT Tahunan 2016 dan 2017 yang sudah dapat SP2DK lebih dulu, masa daluarsanya segera habis, biasanya akan didahulukan lewat pemeriksaan,” kata dia.

Pengamat Pajak Center for Information Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menambahkan penerbitan SP2DK yang menghasilkan tambahan penerimaan, membutuhkan proses panjang.

Dalam situasi ekonomi seperti itu, butuh solusi jangka pendek untuk mengerek penerimaan pajak. “Jadi, kalau dalam konteks (SP2DK) untuk optimalisasi karena melemahnya penerimaan kurang tepat,” ujarnya.

Proyeksi Fajry, penerimaan pajak pada 2021 akan tumbuh 2,6%-3% year on year (yoy). Dus, selisih alias shortfall penerimaan bisa sampai Rp 131 triliun. Artinya, penerimaan pajak hanya 89,34% dari target akhir tahun yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 1.229,6 triliun.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 09 Apr 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only