IMF juga menyarankan pajak properti mewah dinaikkan hingga pengenaan pajak atas kekayaan.
JAKARTA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) negara-negara seperti Indonesia memperluas basis pajak di tengah krisis akibat pandemi virus korona Covid-19. Salah satu sarannya meningkatkan tarif pajak progresif bagi orang kaya. Sebab, IMF menganggap golongan masyarakat ini tidak terpengaruh krisis yang diakibatkan pandemi.
Saran IMF ini tak jauh beda dengan pendapat yang sebelumnya disampaikan oleh the Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang menyarankan agar negara-negara di dunia menggali potensi penerimaan pajak. Rekomendasi ini tertuang di laporan bertajuk World Economic Outlook, Managing Divergent Recoveries edisi April 2021. Tujuan rekomendasi itu agar penerimaan baru ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain mengerek tarif pajak secara progresif, IMF mengimbau agar Ditjen Pajak meningkatkan pajak properti kelas premium, mengenakan pajak atas modal atau pajak transaksi keuangan, serta mengenakan pajak kekayaan. Di samping itu IMF juga menyarankan agar negara-negara harus bekerja sama dalam mendesain perpajakan perusahaan multinasional untuk menanggapi tantangan ekonomi digital.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar setuju dengan usulan IMF jika optimalisasi penerimaan pajak pasca menargetkan kelompok super kaya. Sebab, kebijakan pajak pasca pandemi perlu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Artinya lebih menguntungkan kelompok bawah.
Ada dua pertimbangan Fajry setuju dengan IMF. Pertama, kesenjangan antara kaya dan miskin makin meningkat akibat pandemi. Kelompok bawah paling terdampak, sedangkan kelompok super kaya semakin kaya.
Kedua, jika pajak oleh kelompok super kaya bisa dioptimalkan, maka dampaknya hampir tidak mengganggu ke upaya pemulihan ekonomi. “Optimalisasi dapat dilakukan dengan menggali data. Data adalah kuncinya. Tapi kami berharap, ada kebijakan baru, sebuah terobosan dari pemerintah. Seperti reformasi pajak di Amerika Serikat,” kata Fajry, Senin (12/4).
Orang super kaya tidak terkena dampak besar akibat pandemi Covid-19.
Optimalisasi kepatuhan
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menambahkan, persoalan pajak kelompok high wealth individual (HWI) bukan hanya masalah kontribusi yang selama ini dirasa belum optimal, dan mengatasi ketimpangan. Strategi ini juga menjadi cara yang tepat di saat pandemi.
Menurut Bawono untuk optimimalisasi pembayaran pajak HWI, pemerintah bisa melalui kebijakan ataupun bersifat administrasi. Kebijakan bisa berupaya penyesuaian tarif atau surcharges bagi kelompok berpenghasilan tinggi, pajak kekayaan, atau pajak warisan. Sedangkan jika upaya yang akan ditempuh adalah administrasi berarti lebih kepada aspek pengawasan kepatuhan wajib pajak melalui data maupun treatment khusus.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor sebelumnya mengatakan bahwa potensi setoran pajak dari kalangan orang kaya menjadi salah satu strategi untuk menggali penerimaan pajak saat pandemi korona. Ditjen Pajak melihat populasi HWI di Tanah Air terus tumbuh dan kelompok ini relatif bisa dideteksi.
Namun, demikian, Ditjen Pajak belum memberikan tanggapan atas sejumlah saran dan usulan IMF di bidang pajak. Utamanya agar menaikkan tarif pajak secara progresif bagi kalangan orang kaya dan kalangan super kaya untuk meningkatkan penerimaan negara pajak dari kelompok masyarakat.
Sumber: Harian Kontan, Selasa 13 Apr 2021 hal 2
Leave a Reply