Pemeriksaan Pajak Masa Transisi KPP Pratama yang Berubah Jenis

JAKARTA, KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis mulai beroperasi pada 24 Mei 2021. Dalam masa transisi, dirjen pajak mengatur ketentuan pemeriksaan yang dilakukan KPP itu. Ketentuan dalam PER-06/PJ/2021 tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (19/4/2021).

Seperti diketahui, melalui PMK 184/2020, pemerintah mengubah jenis beberapa KPP, termasuk menetapkan 18 KPP Pratama berubah jenis menjadi KPP Madya. Dalam PER-06/PJ/2021 disebutkan beberapa ketentuan pemeriksaan yang dilakukan KPP Pratama lama yang mengalami perubahan jenis.

“Terhadap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KPP Pratama lama yang mengalami perubahan jenis KPP … , berlaku ketentuan sebagai berikut,” demikian penggalan bunyi Pasal 6 PER-06/PJ/2021, dikutip pada Jumat (16/4/2021).

Ketentuan pemeriksaan yang diatur ada tiga kelompok. Pertama, pemeriksaan rutin selain atas Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar restitusi dan pemeriksaan khusus.

Kedua, pemeriksaan tujuan lain atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP). Ketiga, pemeriksaan tujuan lain selain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP.

Selain mengenai pemeriksaan di KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis, ada pula bahasan tentang pelaporan SPT Tahunan PPh wajib pajak badan dan upaya Ditjen Pajak (DJP) meminimalisasi sengketa dan kekalahan ketika beperkara di Pengadilan Pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Ketentuan Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan rutin selain atas SPT lebih bayar restitusi dan pemeriksaan khusus, yang daluwarsa penetapannya sampai dengan 31 Agustus 2021, diselesaikan oleh KPP Pratama lama paling lambat tanggal 16 April 2021.

Jika daluwarsa penetapannya setelah 31 Agustus 2021, diselesaikan dengan dua cara. Pertama, jika Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) telah disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan 19 Maret 2021, penyelesaian dilakukan KPP Pratama lama paling lambat 16 April 2021. Kedua, jika SPHP belum disampaikan sampai dengan 19 Maret 2021, penyelesaian dialihkan ke KPP Pratama baru atau KPP Madya pada 3 Mei 2021.

Pemeriksaan tujuan lain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, yang batas waktu penerbitan keputusannya sampai dengan 31 Agustus 2021, diselesaikan KPP Pratama lama paling lambat 16 April 2021. Jika batas waktu penerbitan keputusannya setelah tanggal 31 Agustus 2021, dialihkan ke KPP Pratama baru atau KPP Madya pada 3 Mei 2021.

Pemeriksaan tujuan lain selain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, yang permohonannya disampaikan sampai dengan 19 Maret 2021, diselesaikan KPP Pratama lama paling lambat 16 April 2021. Jika permohonannya disampaikan setelah 19 Maret 2021, diselesaikan KPP Pratama baru atau KPP Madya. (DDTCNews)

  • SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan sampai dengan pertengahan April 2021, DJP menerima 373.500 SPT PPh wajib pajak badan. Dengan demikian, masih ada sekitar 1,2 juta SPT PPh wajib pajak badan yang dinantikan otoritas.

Neilmaldrin menyebutkan skema penyuluhan, sosialisasi dan imbauan kepada wajib pajak badan tidak berubah dengan perlakuan otoritas kepada wajib pajak orang pribadi. Penyampaian surat imbauan dan kegiatan sosialisasi juga dilakukan. Unit vertikal DJP juga menggelar kelas pajak. (DDTCNews/Kontan)

  • Minimalisasi Sengketa dan Kekalahan

DJP akan menggunakan 5 strategi untuk meminimalisasi sengketa dan kekalahan otoritas pajak ketika beperkara di Pengadilan Pajak. Pertama, evaluasi hasil putusan Pengadilan Pajak. Kedua, pembangunan pusat kajian atau knowledge management khusus proses bisnis bidang sengketa pajak.

Ketiga, perbaikan proses bisnis penanganan sengketa pajak. Keempat, penyusunan rencana untuk mengintegrasikan sistem penanganan sengketa pajak. Kelima, pengadaan pejabat fungsional bidang penelaah keberatan. “Ke depan akan dilakukan fungsionalisasi Penelaah Keberatan,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

  • Penerima Zakat atau Sumbangan

Melalui PER-08/PJ/2021, otoritas pajak menambah jumlah badan/lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Dalam lampiran beleid tersebut, terdapat 3 badan amil zakat nasional (Baznas), 30 lembaga amil zakat (LAZ) skala nasional, 2 lembaga amil zakat, infaq, dan shodaqoh (Lazis), 21 LAZ skala provinsi, dan 30 LAZ skala kabupaten/kota.

Selanjutnya, tercantum pula 3 lembaga penerima sumbangan keagamaan Kristen, 1 lembaga penerima sumbangan keagamaan Katolik, 6 lembaga pengelola dana sosial keagamaan Buddha, dan 1 lembaga penerima sumbangan keagamaan Hindu.

Jumlah LAZ skala nasional bertambah dari 28 menjadi 30. LAZ skala provinsi juga bertambah dari 17 menjadi 21, sedangkan LAZ skala kabupaten/kota bertambah dari 29 menjadi 30. Lembaga pengelola dana sosial keagamaan Buddha juga bertambah dari 5 lembaga menjadi 6 lembaga. (DDTCNews)

  • Penerbitan SP2DK

Dalam Laporan Tahunan DJP 2019 dijabarkan produksi SP2DK pada 2019 mencapai 3,35 juta. Jumlah itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan SP2DK yang diproduksi pada 2018 sebanyak 2,48 juta.

DJP juga mencatat peningkatan jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK. Pada 2018, ada 1,44 juta wajib pajak yang menerima SP2DK pada tahun pajak tersebut. Pada 2019, jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK mencapai 1,88 juta wajib pajak atau tumbuh 30,81%.

Meski demikian, nilai realisasi SP2DK pada 2019 tercatat lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, nilai realisasi SP2DK tercatat mencapai Rp122,04 triliun, lebih rendah dari kinerja pada 2018 yang mencapai Rp122,86 triliun. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Pidana Perpajakan

Baru bulan pertama 2021, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sudah ada 133 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan tindak pidana perpajakan.

Secara total, LTKM yang terkait dengan tindak pidana yang diterima PPATK per Januari 2021 mencapai 2.081 LTKM. Dengan demikian, 6,4% dari total tersebut terkait dengan tindak pidana perpajakan. Adapun total LTKM yang diterima PPATK pada Januari 2021 saja mencapai 6.081 LTKM.

“Pelaporan LTKM bulan ini [Januari 2021] turun 2,2% dari Desember 2020. atau lebih tinggi 5,2% dibandingkan dengan LTKM selama Januari 2020,” tulis PPATK.

Sumber: ddtc.co.id, Senin, 19 April 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only