Berharap Tarif Rendah Sunset Policy

Pengusaha meminta kebijakan sunset policy menawarkan tarif pajak yang rendah agar diminati oleh pelaku usaha

JAKARTA. Pemerintah terus mematangkan rencana penghapusan sanksi perpajakan atau sunset policy bagi wajib pajak pelapor harta kekayaan mereka yang selama ini belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT). Rencana yang sebelumnya disebut-sebut sebagai kebijakan pengampunan pajak tax amnesty II mulai menuai masukan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang belum patuh untuk mengikuti program pengungkapan aset sukarela dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final alias PAS Final.

Kebijakan mengisyaratkan dengan program PAS wajib pajak membayar PPh terutang dan mendapatkan keringanan sanksi administrasi seperti yang selama ini berlaku yakni denda 200% dari kewajiban.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah Kamis (20/5) menyatakan ia akan mendukung program sunset policy ini. Said menilai cara ini lebih baik ketimbang pemerintah menggelar tax amnesty seperti 2016 lalu.

Anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDPI) ini menilai, tarif yang pas untuk sunset policy sebesar 15% -17,5% dari penghasilan wajib pajak yang belum dilaporkan. Ia optimistis, sunset policy bisa sukses dilaksanakan tahun depan.

Pemerintah sudah pernah menggelar sunset policy pada 2008 lalu. Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2008, pemerintah menghapus denda adminstrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dan wajib pajak yang ikut program ini, tidak diberikan Surat Tagihan Pajak.

Catatan KONTAN, sunset policy menyumbang 15,2% atau sekitar Rp 555 miliar terhadap surplus penerimaan pajak 2008 yang mencapai Rp 36,57 triliun. Adapun realisasi penerimaan pajak kala itu sebesar Rp 571,1 triliun dengan target Rp 534,53 triliun.

Menambah basis pajak

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani juga setuju dengan sunset policy. Hanya, ia berpesan pemerintah harus merencanakan kebijakan dengan matang agar program ini diikuti oleh banyak wajib pajak. “Semakin ringan tarif-nya semakin menarik untuk ikut, kalau ketinggian orang akan mikir juga,” kata Hariyadi kepada KONTAN, Minggu (30/5).

Ia berharap, sunset policy bisa diikuti oleh seluruh wajib pajak baik sudah menjadi peserta tax amnesty lima tahun lalu, maupun yang belum. Selain menambah penerimaan negara, Hariyadi yakin kebijakan sunset policy ini bisa menambah jumlah wajib pajak dan bisa meningkatkan basis data wajib pajak. Sebab kebijakan ini membuka peluang semua pelaku usaha untuk ikut serta.

Sementara itu Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono menyarankan agar tarif pajak yang diberlakukan sebesar 10%. Angka tersebut dinilai cukup mengakomodir kewajiban dan kepercayaan wajib pajak, lantaran tidak serendah tax amnesty 2016 lalu yang hanya 5% dan tidak sebesar batas atas tarif PPh orang pribadi sebesar 30%. Selain itu, pemerintah juga harus menghapus denda administrasi sebesar 200%.

Jika cara tersebut diterapkan, Herman memperkirakan, otoritas pajak bisa mengumpulkan penerimaan pajak dari sunset policy sekitar Rp 100 triliun. Selain itu, dirinya menilai program pengampunan pajak akan punya multiplier effect yang luas.

Sementara, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani minta agar tarif sunset policy sama dengan tarif maksimal tax amnesty 2016 lalu yakni cuma sebesar 5%.

“Pengusaha menyambut baik rencana ini. Tarifnya sebaiknya dibuat kecil, agar partisipasinya besar, sehingga taxbase ke depannya pun bertambah,” kata Ajib kepada KONTAN, Minggu (29/5).

Kendati demikian, Ajib mengatakan, dalam jangka pendek rencana pengampunan pajak bisa berakibat menurunkan tingkat kepatuhan dan membuat wajib pajak wait and see hingga menunggu program tersebut digelar.

“Sedangkan yang tadinya sudah patuh, jadi berpikir ulang, mengapa? Karena tax amnesty tanda kutip adalah jalan pintas untuk mereka yang justru sebelumnya tidak patuh ,” katanya.

Sumber: Harian Kontan, Senin 31 Mei 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only