Realisasi penerimaan cukai hingga akhir Agustus 2021 mencapai Rp 111,11 triliun
JAKARTA. Pemerintah masih harus bekerja keras mengumpulkan penerimaan cukai hasil tembakau alias rokok hingga akhir tahun ini. Sebab, kondisi perekonomian yang masih dilanda pandemi Covid-19 masih akan mempengaruhi produksi rokok. Apalagi, peredaran rokok ilegal juga meningkat.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan cukai rokok hingga akhir Agustus 2021 mencapai Rp 111,1. Angka tersebut, tumbuh 17,8% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu atau year on year (yoy).
Artinya, dari target Rp 173,78 triliun sepanjang tahun ini, realisasi penerimaan cukai sudah mencapai 63,94%. Dengan demikian, pemerintah masih harus mengumpulkan penerimaan Rp 62,68 triliun lagi hingga akhir tahun, untuk mencapai target tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, naiknya penerimaan dari cukai rokok tersebut, dipengaruhi empat hal.
Pertama, pelunasan pita cukai yang maju pada September 2021 yaitu sebesar Rp 3,1 triliun. Kedua, adanya peningkatan pemesanan pita cukai pada Mei 2021 yang jatuh tempo bulan lalu.
Ketiga, naiknya produksi rokok. Per akhir Agustus 2021, produksi rokok tercatat sebesar Rp 208,6 miliar batang. Angka ini tumbuh 6,2% , dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 196,3 miliar batang.
Menurut Sri Mulyani, sejak Mei 2021, produksi rokok secara bulanan mulai naik tajam, yaitu mencapai 20 miliar batang dalam sebulan. Pada Juni, produksi rokok naik lagi 2021 menjadi 29,67 miliar batang dan Juli 2021 menjadi yang tertinggi, yaitu tembus 30,99 miliar batang.
“Bahkan pada Juni dan Juli 2021 ini produksi bulanannya lebih tinggi dibandingkan 2019 dan 2020,” kata Sri Mulyani, pekan lalu.
Sayangnya, produksi di bulan Agustus 2021 sedikit menturun menjadi 26,38 miliar batang.
Keempat, besarnya kenaikan tarif cukai rokok pada tahun ini, yaitu rerata sebesar 12,5%. Meski di sisi lain, tingginya tarif tersebut menjadi celah bagi peredaran rokok ilegal.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melihat, ada pola pergerakan yang sama antara tingkat kenaikan tarif cukai rokok dengan tingat peredaran rokok ilegal.
Pada tahun 2020, dengan kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi mencapai 23,5%, tingkat perdaran rokok ilegal pun meningkat menjadi 4,86% dibanding tahun 2019 yang sebesar 3,03%.
Melambat
Meski demikian, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemkeu Askolani menyebut, secara bulanan realisasi penerimaan cukai rokok sedikit melambat dibanding Juli, hal ini sejalan dengan mekanisme pembayaran cukai hasil tembakau.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.04/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena cukai yang Melaksanakan Pelunasan Dengan Cara Pelekatan Pita cukai. PMK ini berlaku mulai per 12 Juli 2021.
Beleid tersebut memperpanjang penundaan pembayaran pita cukai paling lama 90 hari setelah pemesanan pita cukai. Aturan sebelumnya, pengusaha pabrik rokok harus melunasinya maksimal 60 hari.
Kebijakan ini berlaku bagi pabrik rokok yang telah memesan pita cukai 9 April 2021 hingga 9 Juli 2021. Bagi pabrikan yang pesan cukai rokok pada 9 Juli 2021, jatuh tempo 9 Oktober 2021, atau lebih lama apabila tanpa PMK yakni 9 September 2021.
Namun, Askolani optimistis, penerimaan cukai rokok bulanan di akhir tahun, khususnya di bulan November dan Desember bakal meningkat, hal ini sesuai dengan pola pada tahun-tahun sebelumnya dan sejalan dengan kebutuhan industri.
Sumber: Harian Kontan Senin 27 September 2021 hal 2
Leave a Reply