JAKARTA. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak beberapa poin dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), terutama, yang dinilai akan memberatkan wajib pajak.
Pertama, menolak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) karena dinilai akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional. PKS mengusulkan agar tarif PPN maksimal 10%.
Kedua, menolak rencana perluasan objek barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN, seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan, jasa keuangan syariah, jasa asuransi jiwa dan jasa kesenian.
“Berdasarkan riset World Bank tahun 2020 menunjukkan, jika barang atau jasa dalam Pasal 4A RUU KUP dikenakan PPN, maka masyarakat tingkat pendapatan terendah (desil 1), akan mengalami peningkatan beban PPN dari 3,4% menjadi 5,7% dari pendapatan sebelum pajaknya,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharram, kemarin.
Ketiga, menolak pasal-pasal terkait tax amnesty dan/atau sunset policy karena dinilai tidak akan efisien dan hanya membuka ruang ketidakpatuhan wajib pajak.
PKS juga mengusulkan beberapa kebijakan untuk RUU tersebut. Di antaranya, kenaikan threshold penghasilan bruto usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh) final menjadi Rp 1 miliar hingga kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 8 juta dari semula Rp 4,5 juta.
Sumber: Harian Kontan Rabu 29 September 2021 hal 2
Leave a Reply