Sri Mulyani Blak-Blakan Beberkan Sulitnya Tetapkan Tarif Pajak Karbon

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut ada sejumlah isu yang harus dipertimbangkan pemerintah dalam menerapkan dan menetapkan tarif pajak karbon.

Menurutnya, pandemi Covid-19 menjadi momentum yang baik untuk mendorong kegiatan ekonomi lebih ramah lingkungan. Meski demikian, situasi ekonomi yang berat ketika pandemi juga perlu menjadi perhatian karena dirasakan semua masyarakat secara luas.

“Karena ini masih awal dan kita pasti harus menjaga ekonomi kita. Apalagi sekarang sedang menghadapi Covid untuk pulih,” katanya, Selasa (9/11/2021).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah dan DPR mulai mengenakan pajak karbon melalui pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai April 2022. Sebagai tahap awal, pajak karbon baru akan dikenakan pada PLTU batu bara.

Mengenai tarif, disepakati sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e), atau kurang dari US$3 per ton CO2e. Menurut Sri Mulyani, angka tersebut tergolong sangat kecil dibandingkan dengan tarif ideal menurut Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ( United Nations Framework on Climate Change Conference/UNFCCC) yang sebesar US$125 per ton CO2e.

Sri Mulyani menilai angka yang diusung PBB terlalu tinggi dan berpotensi memengaruhi perekonomian negara. Bahkan pada negara-negara maju seperti Kanada dan Singapura, tarif pajak karbonnya sama atau tidak berbeda jauh dari Indonesia.

Di Singapura, saat ini dikenakan pajak karbon dengan tarif sekitar US$3 per ton CO2e. Wacana menaikkan tarif tersebut ke level US$5 masih membutuhkan penghitungan secara mendetail karena juga menimbulkan perdebatan.

Kemudian, Kanada saat ini menggunakan skema harga karbon dengan tarif US$4 per ton CO2e. Kepada Sri Mulyani, Menteri Keuangan Kanada Chrystia Freeland mengungkapkan harga karbon tersebut telah menyebabkan kenaikan tarif listrik dan bahan bakar minyak sehingga Perdana Menteri Justin Trudeau hampir kalah dalam pemilu keduanya.

Sri Mulyani menambahkan pengenaan pajak karbon perlu menyesuaikan kondisi ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Peningkatan tarifnya juga harus dilakukan bertahap dan hati-hati agar dampaknya pada kelestarian lingkungan terasa tapi di sisi lain tidak menimbulkan tekanan yang berat kepada masyarakat.

“Mengenai konsekuensinya, kita harus hati-hati mengawalnya karena kita bicara kesejahteraan rakyat dan kelestarian dan keberlangsungan bumi ini,” ujarnya.

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only