Simak Rekomendasi Saham Emiten Semen di Tengah Sentimen Pajak Karbon dan DMO Batubara

JAKARTA. Kenaikan harga batubara menjadi beban tersendiri bagi emiten semen. Sebab, industri semen merupakan salah satu industri yang menyerap kebutuhan batubara cukup banyak.

Kenaikan harga batubara membuat sejumlah emiten semen menaikkan harga jualnya. Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Antonius Marcos mengatakan, seiring meningkatnya ongkos produksi akibat naiknya harga batubara, INTP sudah mulai melakukan penaikan harga.

Marcos menyebut, kenaikan harga jual tidak bisa dihindari. “Mau tidak mau dan merupakan pilihan yang sulit, kami sudah mulai melakukan kenaikan harga sejak bulan lalu di pangsa pangsa pasar tertentu,” terang Marcos.

Jikalau tidak ada penaikan harga, Marcos menyebut margin INTP akan terus tergerus. Namun dia menegaskan, INTP akan melakukan kenaikan harga secara hati-hati sambil terus mencermati perkembangan pasar.

Sebelumnya, PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) juga menimbang adanya penyesuaian harga untuk mempertahankan margin. “Dari segi harga, kami akan terus memantau dinamika pasar secara keseluruhan,” terang Junarto Agung, Head of Investor Relations Cemindo Gemilang belum lama ini.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Andreas Yordan Tarigan menilai, apabila emiten semen secara serentak menaikkan harga jual, tentu efeknya akan positif seiring dengan mulai pulihnya volume penjualan. “Menurut kami, apabila perusahaan-perusahaan menaikkan harga perlahan sesuai dengan naiknya permintaan,  maka itu merupakan keputusan yang tepat,” terang Andreas.

Untuk meminimalkan dampak negatif kenaikan batubara, pemerintah pun melakukan intervensi. Melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021, pemerintah menetapkan harga jual batubara sebesar maksimal US$ 90 per ton untuk industri semen dan pupuk.

Namun, peraturan harga khusus ini hanya berlaku per 1 November 2021 hingga 31 Maret 2022 mendatang.

Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu menilai, dengan adanya harga domestic market obligation (DMO) untuk industri semen, kenaikan biaya bahan bakar emiten semen menjadi terbatas. Bagaimanapun juga, harga batubara tetap lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun lalu, sehingga kenaikan biaya produksi tidak dapat dihindari.

Di sisi lain, emiten semen juga dihadapkan dengan rencana penerapan pajak karbon bagi pengguna bahan bakar fosil seperti batubara. Chandra menilai, sejauh ini belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) yang jelas.

Dalam juklak tersebut, seharusnya terdapat ambang (threshold) jumlah emisi sebelum dikenakan pajak karbon. Jika pabrik semen berada di bawah batas ambang tersebut, berarti tidak ada dampak dari pengenaan pajak karbon terhadap emiten semen. Bahkan justru bisa jadi keuntungan jikalau ada mekanisme yang mengatur mengenai carbon credit.

“Jadi batas ambang emisi ini penting dan belum ada ketentuannya sehingga sukar diambil kesimpulan,” kata Chandra.

Sumber : Investasi Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only