Beleid Baru Mengejar Target Nol Emisi Karbon

JAKARTA. Pemerintah mulai mengoptimalkan nilai ekonomi karbon atau carbon pricing. Harapannya ada pasar karbon internasional sehingga bisa mengurangi pemanasan global dan meningkatkan investasi hijau di Indonesia.

Untuk mempercepat realisasi tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) atau carbon pricing. Presiden mengklaim cara ini bisa menjadikan Indonesia sebagai penggerak pertama penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Melalui carbon pricing, pemerintah berambisi dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi. Sektor itu sudah mencakup 97% dari total target penurunan emisi Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Indonesia juga menargetkan bisa mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan, pada Perpres tersebut mengatur soal instrumen pasar karbon. Jika instrumen perdagangan terdiri atas cap and trade serta offsetting mechanism, maka instrumen non-perdagangan mencakup pungutan atas karbon dan pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment (RBP).

“Instrumen NEK ini menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama banyak pihak dalam penanggulangan perubahan iklim global berbasis market untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Febrio, Selasa (2/11).

Berbarengan dengan nilai ekonomi karbon, pemerintah juga segera mengimplementasikan pajak karbon melalui penetapan Undang Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang akan dimulai pada 1 April 2022.

Dengan beleid yang sudah ada tersebut, Febrio optimistis Indonesia bisa menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon. Terutama di sektor energi, transportasi maupun industri manufaktur.

Proyeksi Febrio, industri kendaraan listrik, sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi. Sekaligus mampu memberikan nilai tambah bagi Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Kebijakan Fiskal Masyita Crystallin menambahkan saat ini tengah dilakukan proyek percontohan di BUMN seperti di PLN untuk mulai mengadakan pasar karbon. Pemerintah juga menginventarisasi mana BUMN yang kelebihan karbon dan mana yang kekurangan. “Ini menjadi bibit pengembangan pasar karbon, katanya.

Untuk bisa merealisasikan pasar karbon, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryadi Sasmita meminta pemerintah segera membuat peta jalan pasar karbon. Peta jalan itu harus memperhatikan perkembangan pasar karbon, target pencapaian NDC, kesiapan sektor serta kondisi perekonomian.

Sumber : Harian Kontan Rabu 03 November 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only