Defisit Anggaran 2022 Diproyeksi Mengecil Jadi 4,7%

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memproyeksikan defisit anggaran tahun 2022 berpotensi mengecil hanya akan mencapai 4,7%. Proyeksi ini lebih rendah dari target yang dipatok dalam APBN 2022 sebesar 4,85% atau setara Rp 868,02 triliun.

Ia mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan proyeksi defisit di tahun depan lebih rendah. Pertama dampak positif dari mulai diimplementasikannya Undang Undang 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, faktor kedua terkait commodity boom yang dapat mengerek penerimaan negara. “Untuk itu, tahun depan 4,7% defisit, tapi itu dengan estimasi penerimaan negara sebelum terjadi komoditas boom, sebelum juga kita reform UU pajak. Jadi kita berharap tahun depan defisitnya tahun depan bisa lebih rendah dari yang ada di UU,” tuturnya dalam acara CEO Forum, Kamis (18/11/2021).

Dengan begitu, Menkeu berkomitmen terus melakukan konsolidasi fiskal menuju defisit anggaran di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023. Hal ini sesuai ketentuan dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian menjadi Undang-Undang 2 Tahun 2020. Di sisi lain, ia tak memungkiri bahwa APBN dijadikan instrumen untuk melindungi masyarakat, melindungi ekonomi dan melakukan kebijakan yang countercyclical di tengah pandemi Covid-19. Namun instrumen APBN juga harus kembali disehatkan secara bertahap melalui konsolidasi fiskal.

“Namun instrumen APBN kalau digunakan terus menerus dia akan rontok makanya kita memberikan kurun waktu 3 tahun melalui perppu, dimana keuangan negara bisa melakukan extraordinary policy sampai 3 tahun dengan defisit di atas 3% terhadap PDB,” tegasnya.

Sementara untuk tahun ini, defisit APBN 2021 pun diproyeksi lebih rendah atau hanya akan mencapai 5,2% hingga 5,4% atau setara Rp 873,6 triliun terhadap produk domestik bruto. Angka ini rendah dibandingkan yang ditetapkan dalam UU APBN 2021 sebesar 5,7% terhadap PDB. “Kami berharap akhir tahun ini kita akan mengalami defisitnya mengecil. Dalam undang-undang disebutkan 5,7%, tapi kita mungkin akan end up di 5,2%-5,4%,” ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan defisit APBN hingga Oktober 2021 telah mencapai Rp 548,9 triliun atau setara 3,29% PDB. Angka defisit itu setara 54,5% dari yang direncanakan senilai Rp 1.006,4 triliun.

Menurutnya, defisit itu lebih kecil dari posisi tahun lalu karena pendapatan negara mulai membaik. Pendapatan negara hingga Oktober 2021 mengalami pertumbuhan 18,2% dan setara 86,6% dari target Rp 1.743,6 triliun. Realisasinya ditopang oleh perpajakan senilai Rp1.159,4 triliun atau tumbuh 17%. Penerimaan pajak senilai Rp 953,6 triliun, sedangkan kepabeanan dan cukai Rp205,8 triliun.

Adapun pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), realisasinya senilai Rp349,2 triliun atau tumbuh 25,2%. Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk terus mengoptimalkan belanja negara dalam waktu yang tersisa 1,5 bulan. Menurut menkeu, belanja negara harus diakselerasi, terutama yang berdampak pada pemulihan ekonomi nasional.

Catatannya realisasi belanja negara Rp 2.058,9 triliun atau tumbuh 0,8% yoy. Belanja negara sudah mencapai 74,9% dari pagu Rp 2.750,0 triliun. Dengan perincian untuk belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.416,2 triliun atau tumbuh 5,4% yoy, kemudian transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tercatat Rp 642,6 triliun kontraksi 7,9%. “Dari belanja kita dorong, Presiden kemarin instruksinya semua KL dan Pemda harus menyelesaikan seluruh belanja yang mereka sudah anggarkan sehingga kita harap defisit di tahun ini akan relatif lebih kecil,” tutupnya.

Sumber : beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only