Wajib Pajak Orang Pribadi Peserta Tax Amnesty Bisa Ikut ‘Dobel’ PPS

JAKARTA. Wajib pajak dapat mengikuti 2 skema kebijakan sekaligus pada program pengungkapan sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (19/11/2021).

Fungsional Penyuluh Pajak Ditjen Pajak (DJP) Giyarso mengatakan wajib pajak bisa memanfaatkan skema kebijakan I dan kebijakan II PPS pada tahun 2022 nanti. Wajib pajak yang bisa mengikuti kedua skema merupakan wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan tax amnesty pada 2016-2017.

“Jadi, misalnya sudah pernah ikut pengampunan pajak 2016 dan ada harta perolehan 2014 yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan. Kemudian, ada harta perolehan 2017 yang belum dilaporkan dalam SPT, itu bisa ikut,” katanya.

Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPS dibagi menjadi 2 skema kebijakan. Skema kebijakan I (perolehan harta 1985-2015) berlaku untuk wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty.

Sementara itu, skema kebijakan II (perolehan 2016-2020) hanya dapat dimanfaatkan wajib pajak orang pribadi.

Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan target penerimaan pajak penghasilan (PPh) pada 2022. Kemudian, ada pula bahasan mengenai insentif pajak selama masa pandemi Covid-19.

Mencabut Permohonan Kebaratan dan Banding

Fungsional Penyuluh Pajak DJP Giyarso mengatakan selain untuk memanfaatkan kebijakan I PPS, wajib pajak orang pribadi peserta tax amnesty perlu menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta yang belum atau kurang dilaporkan dalam surat pernyataan.

Lalu, wajib pajak tersebut membayar PPh bersifat final atas pengungkapan harta yang belum atau kurang dilaporkan saat program tax amnesty.

Selanjutnya, syarat dan ketentuan untuk memanfaatkan skema II kebijakan PPS juga wajib dipenuhi wajib pajak. Pada skema kebijakan II, terdapat tambahan syarat yang juga harus dipenuhi wajib pajak. Salah satunya adalah mencabut permohonan keberatan dan banding.

“Jadi bisa [ikut 2 skema kebijakan PPS] sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan lainnya,” katanya.

Target Penerimaan PPh

Kendati tarif PPh badan batal diturunkan dari 22% ke 20% pada tahun depan, target penerimaan PPh 2022 ditetapkan Rp680,87 triliun atau lebih rendah dari target tahun ini senilai Rp683,77 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan target penerimaan PPh secara umum tetaplah mengalami kenaikan, yaitu sebesar 10,7% dari proyeksi PPh pada tahun ini senilai Rp615,2 triliun. Outlook itu merupakan dasar penetapan target pada 2022.

Mengenai target penerimaan PPh badan pada tahun depan, sambungnya, pemerintah saat ini masih menyusun perincian target penerimaan dari setiap jenis PPh. Nantinya, perincian tersebut akan tertuang dalam peraturan presiden (Perpres).

Defisit Anggaran

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit anggaran akan lebih kecil dari target yang tertuang dalam UU APBN 2021. Perbaikan ini didorong pulihnya pendapatan negara, terutama dari sisi perpajakan.

Sri Mulyani mengatakan defisit yang lebih kecil dari target dapat terjadi jika pendapatan negara, terutama pajak, pulih lebih cepat dari tekanan pandemi Covid-19. Menurut hitungannya, defisit APBN hingga akhir tahun hanya akan senilai Rp873,6 triliun atau 5,2% terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Kami berharap akhir tahun ini kita akan mengalami defisitnya mengecil. Dalam undang-undang disebutkan 5,7%, tapi kita mungkin akan end up di 5,2%-5,4%,” katanya.

Insentif Pajak

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengibaratkan pemberian insentif pajak sebagai vaksin bagi pelaku usaha. Tujuannya untuk memulihkan dunia usaha dari pandemi Covid-19.

Airlangga mengatakan pemerintah telah memberikan dukungan kepada dunia usaha sejak awal Covid-19 mewabah di Indonesia. Menurutnya, dukungan itu diberikan salah satunya melalui insentif pajak yang disuntikkan untuk mendorong pemulihan dunia usaha.

“Sebetulnya pengusaha itu sudah kami suntik vaksin duluan dalam bentuk insentif PPh Pasal 25,” katanya.

Transparansi Perpajakan

Agenda transparansi perpajakan yang didorong Global Forum turut membantu Indonesia dalam melaksanakan reformasi pajak pada level domestik. Berbagai inisiatif transparansi perpajakan di level internasional tersebut mendorong lahirnya Perpu 1/2017 yang menjadi landasan hukum pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau AEoI.

“Inisiatif transparansi perpajakan yang diusung Global Forum telah menciptakan tonggak penting dalam sejarah kebijakan perpajakan Indonesia. Indonesia akhirnya bisa mengakhiri kerahasian bank untuk kepentingan perpajakan sejak 2017,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate pada level 3,50% dalam Rapat Dewan Gubernur November 2021. BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar pada level 2,75% dan suku bunga lending facility pada level 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut sejalan dengan upaya bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian di pasar keuangan global. BI juga memproyeksi inflasi yang rendah.

“Serta upaya kami dalam mendukung pemulihan pertumbuhan ekonomi di tengah Covid-19,” katanya.

Sumber : DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only