Insentif Hulu Migas Diperlukan untuk Tingkatkan Produksi

Di tengah dorongan global untuk beralih ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah dinilai tetap perlu memberi perhatian lewat insentif kepada sektor hulu migas karena peran strategisnya sebagai sumber energi transisi. Secara ekonomi, sektor ini masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara sekaligus komponen utama penggerak perekonomian nasional.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, peningkatan investasi dibutuhkan untuk mendongkrak produksi migas. Pemerintah kata dia, harus mewaspadai laju penurunan kinerja sumur-sumur migas di Tanah Air. “Kinerja sumur berdampak langsung pada produksi migas nasional. Hal yang paling krusial adalah untuk mengantisipasi produksi migas yang menurun. Padahal konsumsi kita naik terus,” kata Komaidi, dalam keterangan yang diterima Senin (22/11/2021).

Pada tahun 2020, kontribusi hulu migas pada penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau 144% dari target APBN-P 2020. Hingga kuartal tiga 2021, realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 9,53 miliar atau melebih target tahun ini sebesar US$ 7,28 miliar.

Dilihat dari kontribusi hulu migas menurut Komaidi, sektor ini masih realistis untuk terus dijaga dan dikembangkan. Salah satu cara yang harus dikedepankan adalah pemberian insentif. Menurut dia pemerintah sebenarnya sudah mulai terbuka terhadap insentif yang sering diusulkan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). “Inisiatif dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Migas (SKK Migas) agar blok Mahakam mendapatkan insentif dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) patut untuk diduplikasi,” kata dia.

Masih ada tiga insentif yang saat ini sedang dalam pembahasan yakni tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Lalu penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. Selain itu, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan service) terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

SKK Migas telah mencanangkan target besar untuk tahun 2030, yaitu produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD. Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Luky Agung Yusgiantoro, mengatakan SKK Migas berupaya mencapai target dan memonitor pencapaian usaha-usaha yang dilakukannya. Salah satu wadahnya adalah, melalui gelaran The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 yang akan berlangsung dari 29 November hingga 1 Desember 2021. “Melalui konvensi ini, kami berharap kolaborasi antar stakeholder yang sudah terbangun sejak tahun lalu, dapat semakin ditingkatkan, sehingga usaha peningkatan investasi dan produksi, dapat dilakukan semakin massif,” ujarnya.

Sementara Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyatakan peningkatan produksi migas harus terus diupayakan. Hal itu selain menjawab kebutuhan energi fosil yang tidak bisa dengan singkat menurun begitu saja, tetapi ada pengalihan penggunaan migas untuk sektor industri petrokimia. “Industri petrokimia bisa menjadi peluang, sebagai produk turunan dari migas.Selain itu, demand migas untuk sektor industri manufaktur masih dimungkinkan sampai tahun 2060,” kata Mulyanto.

Sumber : BeritaSatu

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only