Siap-Siap, Fasilitas Untuk Para Bos Perusahaan Akan Dikenakan Pajak

JAKARTA. Demi menggenjot penerimaan pajak, pemerintah berupaya memperluas cakupan objek kena pajak. Salah satunya dengan mengkatagorikan fasilitas yang diterima para bos-bos perusahaan sebagai barang kena pajak.

Nantinya, para direksi atau CEO perusahaan harus memasukkan fasilitas berupa barang yang diterima mereka dari perusahaan, dalam pajak penghasilan (PPh). Sehingga, saat melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan, fasilitas itu akan dikalkulasikan dalam setoran pajak para wajib pajak (WP) orang pribadi.

“Yang dikenakan pajak adalah yang merupakan frige benefit yang dalam beberapa segmen kelompok profesi tertentu luar biasa besar,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Kick Off Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Jumat (19/11).

Sri Mulyani menegaskan, aturan pajak natura tersebut tak berlaku atas fasilitas yang diterima karyawan seperti handphone atau laptop. Tujuannya, untuk memberikan rasa keadilan atas penghasilan yang diterima antar wajib pajak.

“Jadi kita hanya akan memberikan suatu threshold tertentu. Kalau fasilitasnya saya ngga tahu, mungkin boleh tanya sama Ketua Kadin atau Pak Suryadi. Kalau CEO itu kan fridge benefitnya banyak banget, biasanya jumlahnya sangat besar,” ucap Sri Mulyani.

Adapun pengaturan pajak atas natura tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini akan diimplementasikan pada tahun depan.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon arsal menjelaskan aturan pajak natura diarahkan untuk orang tajir yang merupakan bos-bos besar perusahaan. Sebab, biasanya mendapatkan fasilitas berupa barang dari perusahaan yang secara nominal terbilang tinggi, tapi tak dianggap sebagai penghasikan.

“Contoh misalnya saya orang sangat kaya punya 13 perusahaan. Saya nggak pernah terima gaji dari perusahaan saya. Tapi saya minta mobil, rumah dan fasilitas lainnya. Karena fasilitasnya bukan uang maka selama ini tidak dihitung sebagai penghasilan dan saya tidak punya penghasilan saat mengisi SPT. Nah ini sekarang yang diubah,” ujar Yon.

Menurutnya, dalam UU HPP natura tak lagi tergolong fasilitas non-taxable dan non-deductable atau tak dipajaki untuk pekerja dan tak bisa dikurangi dari beban pajak pemberi kerja. Dengan demikian, ia menyebut fasilitas natura bakal dipajaki. 

Di sisi lain, Yon mencontohkan perhitungan pajak natura bukan dari harga mobil yang didapat sebagai fasilitas. Melainkan perkiraan mobil apabila disewakan oleh perusahaan dengan menghitung penyusutan. 

“Jadi berapa harga sewa seharusnya atau biaya pengantian seharusnya. Jadi itu penghasilan. Buat saya sebagai penerima (fasilitas) jadi penghasilan dan buat perusahaan bisa dibebankan,” kata Yon.

Sumber : Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only