Integrasi NIK dan NPWP buka peluang bagi pajak intip harta tersembunyi wajib pajak

JAKARTA. Kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan atau NIK dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan berdampak besar bagi penerimaan pajak.

Sebab dengan integrasi data ini, maka ke depan tidak ada lagi upaya menutupi harta kekayaan wajib pajak.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita, integrasi data NIK dan NPWP ini akan memudahkan pegawai pajak mendeteksi penghasilan tersembunyi wajib pajak.

“Banyak harta kekayaan para bos-bos besar yang dibeli atas nama supirnya atau pembantu. Nah, itu nanti jadi bisa kena utang pajak karena lewat NIK sudah tercantum NPWP,” katanya dalam acara Diskusi Publik: Wajah Baru Perpajakan Indonesia Pasca-UU HPP, Selasa (23/11).

Suryadi yang juga ikut terlibat dalam pembahasan aturan dan mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) itu memperkirakan Ditjen Pajak akan menerapkan integrasi NIK dengan NPWP tersebut pada tahun 2023.

Pada saat itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengoperasikan sistem baru sehingga bisa terintegrasi dengan NIK. Dengan sistem tersebut, identitas harta benda atau penghasilan yang tersembunyi mudah terdeteksi.

“Jadi wajib pajak tidak bisa lari kemana-mana,” sebutnya.

Menurut Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, saat ini Ditjen Pajak masih membahas peraturan mengenai integrasi NIK dan NPW.

Proses integrasi ini melibatkan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, selaku pemegang kewenangan NIK.

Mulai tahun depan

Untuk menghindari hal-hal yang melanggar kepatuhan pajak, Suryadi menyarankan agar para wajib pajak khususnya bos besar untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau pengampunan pajak versi baru. PPS ini akan diselenggarakan pemerintah mulai 1 Januari 2022 sampai 1 Juni 2022.

Tujuannya, agar Wajib Pajak baik alumni tax amnesty maupun wajib pajak baru melaporkan penghasilan dan harta kekayaannya lebih dini. Pemerintah menawarkan tarif PPS sebesar 6%-18%.

Jauh lebih rendah dari lapisan tertinggi tarif PPh OP dengan penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar per tahun yang mencapai 35% sebagaimana UU HPP.

Kebijakan PPS ada dua; pertama berlaku untuk WP Orang Pribadi (OP) dan WP Badan; kedua hanya berlaku bagi WP OP saja. “Tinggal pilih,” jelas Suryadi.

Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Eka Sila Kunsa Jaya menambahkan, wajib pajak yang ingin ikut PPS harus menyelesaikan segala persoalan pajak sebelumnya.

Misalnya saat ini tengah diperiksa dan terkena denda, maka denda pajak itu harus dibayar terlebih dahulu. Setelah semua beres, barulah WP tersebut bisa ikut PPS.

Sumber : kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only