Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Bisa Naik

JAKARTA. Tahun depan berpeluang jadi tahun kenaikan tarif aneka jenis pajak. Selain mengerek tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% mulai tahun 2022, pemerintah juga berpotensi mengerek tarif pajak bumi dan bangunan (PBB).

Potensi kenaikan tarif PBB ini tertuang dalam beleid baru pajak atau Rancangan Undang Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Calon UU ini telah disepakati pemerintah dan DPR, Selasa (24/11).

Pasal 41 RUU HKPD menyatakan, tarif PBB Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) ditetapkan maksimal 0,5% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Tarif ini naik dari yang berlaku sekarang maksimal 0,3%. Tarif PBB itu dipungut di kisaran antara 20% sampai 100% dari NJOP (lihat infografik).

Merujuk dokumen Naskah Akademik RUU HKPD, kenaikan tarif tersebut akan menjadi sumber tambahan penerimaan daerah setelah sejumlah jenis retribusi terkait pelayanan jasa umum dan perizinan dihapus. Dus, kepala daerah yang akan memutuskan besaran tarif PBB-P2 di masing-masing wilayahnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menjelaskan, pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam menetapkan tarif baru PBB-P2. Pemerintah daerah juga bisa menentukan area serta kelas bangunan sesuai kondisi wilayahnya. “Jadi daerah bisa fleksibel menentukan PBB-P2,” kata Astera, Rabu (24/11).

Lantaran keleluasaan daerah itulah, tarif PBB-P2 di suatu daerah bisa jadi tak naik dari tarif saat ini.

Selain itu, pemerintah daerah berwenang menetapkan NJOP tidak kena pajak, kendati RUU HKPD menetapkan batas minimum bebas PBB sebesar Rp 10 juta. Sebagai contoh, kini, Provinsi DKI Jakarta menetapkan tarif PBB sebesar 0,1% untuk NJOP Rp 200 juta-Rp 2 miliar. Sedangkan NJOP senilai Rp 2 miliar-Rp10 miliar dikenai tarif 0,2%. Adapun tarif PBB untuk objek pajak senilai lebih dari Rp 10 miliar dikenai tarif 0,3%.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Alwis Rustam tidak yakin tarif baru PBB P2 bisa mengerek pendapatan asli daerah (PAD). Rumusan tarif PBB baru ini harus disimulasikan lebih dulu karena karakteristik tiap daerah berbeda satu dengan lainnya. Meski demikian, “Ada peluang menaikkan PAD,” kata.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar juga meragukan penerapan batas atas tarif PBB yang di atas tarif saat ini bisa mendongkrak PAD. Sebab UU HKPD memangkas banyak pajak dan retribusi daerah yang memangkas pula PAD.

Sumber : Harian Kontan Kamis 25 November 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only