APBN Kembali Nikmati Berkah Harga Komoditas

JAKARTA. Harga minyak mentah terus menanjak. Hal ini membawa angin segar bagi keuangan negara. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) berpotensi meraup surplus ekstra (windfall).

Asal tahu, pada Jumat (11/2), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 melonjak US$ 3,03 atau 3,3% dan ditutup di level US$ 94,44 per barel. Sementara, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret 2022 juga naik US$ 3,22 atau 3,6% dan ditutup ke US$ 93,10 per barel.

Kedua harga acuan tersebut menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014 dan melewati level tertinggi yang dicapai pada hari Senin (7/2) lalu. Sentimen yang menyokong minyak datang dari meningkatnya kekhawatiran invasi Ukraina oleh Rusia. Bahkan, JPMorgan memperkirakan harga minyak bisa mencapai level US$ 120 setara Rp 1,7 juta per barel jika ekspor Rusia terganggu oleh konflik dengan Ukraina.

Selain itu, harga batubara acuan (HBA) juga mengalami lonjakan tajam sebesar US$ 29,88 per ton pada bulan Februari 2022. Sehingga HBA Februari mencapai US$ 188,38 per ton. Kenaikan tersebut salah satunya dipicu meningkatnya permintaan global atas kebutuhan batubara.

Otomatis, APBN 2022 akan menikmati windfall dari dua komoditas ini. Sebab, pemerintah mematok target rata-rata Indonesia Crude Pride (ICP) tahun 2022 sebesar US$ 63 per barel. Berdasarkan analisis sensitivitas APBN 2022 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap ICP naik sebesar US$ 1 per barel, penerimaan negara akan meningkat sebesar Rp 3 triliun.

Di sisi lain, kenaikan ICP membuat belanja negara naik sebesar Rp 2,6 triliun. Meski demikian, APBN akan mencetak surplus Rp 400 miliar.

Setoran pajak ikut naik

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy menilai, kenaikan harga minyak mentah dan batubara akan mempengaruhi penerimaan negara, terutama pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Sementara dari sisi penerimaan non pajak, setoran pertambangan mineral dan batubara juga naik. Kondisi yang sama juga berlaku pada komoditas minyak. Kontribusi kedua komoditas ini, bisa mencapai 20% hingga 30% dari total penerimaan negara.

Selain itu, Yusuf memperkirakan, kenaikan harga minyak masih akan berlanjut sampai dengan pertengahan tahun 2022 ini meskipun tetap terjadi fluktuasi harga alias naik turun. Bahkan, bukan mustahil harga minyak menembus level US$ 100 per barel.

Sementara itu, Yusuf memperkirakan harga batubara setelah bulan Februari akan mengalami normalisasi seiring dengan perlambatan permintaan China secara bertahap.

“Secara otomatis, APBN juga dapat menikmati periode windfall meskipun kemungkinan tidak terjadi sepanjang tahun penuh,” tambahnya.

Sementara Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan, tingginya harga minyak mentah akan menyokong penerimaan pajak. Tak hanya PPh migas, tetapi juga PPN. Bahkan, Bhima optimistis, penerimaan pajak sepanjang tahun 2022 yang ditargetkan sebesar Rp 1.510 triliun berpotensi terpenuhi lagi seperti pencapaian tahun lalu.

Sementara dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), larangan ekspor batubara dan Domestic Market Oblgation (DMO) minyak sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) akan memangkas penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Namun, hal ini akan terkompensasi oleh kenaikan harga yang tinggi.

Sumber : Harian Kontan Senin 14 Februari 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only