Stimulus PPN DTP: Sektor Properti Dipacu, Apa Daya Perda Tak Mendukung

JAKARTA – Pemerintah kembali memperpanjang diskon pajak atau insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 50 persen hingga 30 September 2022.

Kelanjutan insentif PPN DTP Rumah ini tertuang dalam PMK Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022.

Pada Pasal 8 dalam beleid tersebut, pengusaha kena pajak (PKP) harus melakukan pendaftaran melalui aplikasi di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman atau melalui sistem Sikumbang atau melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) paling lambat 31 Maret 2022.

Pendaftaran harus memuat perincian jumlah rumah yang sudah jadi 100 persen dan siap diserahterimakan, perincian jumlah rumah yang sedang dibangun dan siap diserahterimakan saat periode insentif, serta perkiraaan harga jual rumah.

Dengan mendaftarkan rumah-rumah oleh pengembang ke aplikasi Sikumbang, maka yang memenuhi persyaratan akan otomatis mendapatkan Kode Identitas Rumah (KIR) yang istilah dalam Sikumbang yakni ID rumah. KIR menjadi rujukan Ditjen Pajak untuk memberikan PPN DTP setelah memasukkan Berita Acara Serah Terima (BAST).

Untuk memperoleh ID rumah ini, masyarakat perlu memenuhi persyaratan administrasi, tata bangunan, dan persyaratan keandalan termasuk terkait Perizinan Bangunan Gedung (PBG).

Namun demikian, hingga saat ini sebagian besar kabupaten dan kota di Indonesia belum memiliki peraturan daerah (Perda) retribusi PBG sehingga PBG tak bisa diberikan kepada pengembang. Adapun sejak Agustus 2021, PBG ini telah berlaku sebagai peralihan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menyayangkan adanya aturan baru dalam pemberian insentif PPN DTP yakni pendaftaran dalam sistem Sikumbang paling lambat pada 31 Maret mendatang.

Menurutnya, aturan tersebut sangat menghambat di tengah masih adanya kendala di daerah dalam penerbitan perda retribusi PBG. Dengan adanya peralihan perizinan dari IMB menjadi PBG, seharusnya proses izin untuk mendirikan bangunan menjadi lebih mudah. Sayangya, penerapannya butuh waktu karena itu menyangkut perda yang merupakan otonomi daerah.

“Untuk memperoleh manfaat PPN DTP ini disuruh daftar dahulu. Memang tujuan pendaftaran ini untuk diketahui jumlah dan anggaran yang digunakan sampai September, tetapi dalam pendaftaran itu kan perizinannya harus lengkap, perizinan mau lengkap ini tidak bisa, karena PBG,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (14/2/2022).

Dalam pertemuan dengan sejumlah kementerian baik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada pekan lalu, kementerian terkait berkomitmen siap mengawal untuk pembuatan perda PBG terhadap 100 kabupaten/kota prioritas yang memiliki banyak proyek pembangunan properti.

Pemerintah pun menargetkan 100 daerah ini sudah memiliki draf perda PBG yang nanti diusulkan kepada Kemendagri untuk bisa dijadikan Perda dan dibahas bersama DPRD setempat pada 11 Maret mendatang.

Menurutnya, proses pembuatan perda ini tentu memakan waktu yang lama sehingga tidak mungkin dapat selesai pada Maret mendatang, padahal tenggat pendaftaran hunian yang telah memiliki PBG hanya sampai akhir Maret saja.

“Tidak mungkin di bawah satu bulan ini selesai untuk perda PBG 100 daerah prioritas. Saya tidak tahu pemikiran dari mana diberikan batasan waktu hingga akhir Maret untuk pendaftaran hunian yang bisa memanfaatkan insentif PPN,” katanya.

Totok menilai semestinya Kementerian Keuangan harus memiliki terobosan agar permasalahan PBG ini tak menghambat penyerapan insentif PPN DTP.

Pemerintah diminta menghapuskan persyaratan pendaftaran hunian yang telah memiliki PBG sebagai syarat agar dapat memanfaatkan insentif PPN DTP.

Selain itu, pemerintah diminta untuk mengaktifkan kembali IMB seiring menunggu kesiapan daerah dalam menerapkan PBG.

Dia mengungkapkan pada Oktober 2021, terdapat 72.000 calon konsumen yang mendaftar untuk memperoleh fasilitas insentif PPN DTP. Namun, realisasi yang melakukan BAST pada aplikasi Sikumbang hanya sekitar 6.000 konsumen saja di akhir Desember 2021.

“Nilainya tidak kecil. Kalau rerata harga jual Rp800 juta dikalikan jumlah pendaftar 72.000 konsumen maka sekitar Rp57,6 triliun. Jadi efek domino multipliernya sudah hitung. Tapi kan tahun lalu hanya sekitar 6.000 unit rumah yang hanya memanfaatkan PPN DTP kalau dari REI ya. Ini enggak maksimal,” tuturnya.

Agar kebijakan pemberian insentif PPN DTP tak sia-sia dan bisa memiliki dampak maksimal terhadap sektor properti, dia berharap pemerintah mau menghapus pasal 8 beleid PMK PPN DTP ini.

Kendati demikian, Totok memproyeksikan sektor properti pada sepanjang tahun ini bisa tumbuh di angka sekitar 10 persen dari tahun sebelumnya akibat perpanjangan insentif PPN hingga akhir September mendatang.

HAMBATAN 

Terpisah, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman (Apersi) Daniel Djumali mengatakan permasalahan PBG untuk pengganti IMB sejak Agustus 2021 hingga saat ini hampir semua kabupaten/kotamadya belum berjalan atau masih belum memiliki Perdanya.

Hal ini sangat mengganggu dan menghambat pembangunan rumah MBR dan rumah real estate komersial, baik perumahan baru maupun perumahan lama yang belum terbit IMBnya.

“Bila PBG tertunda enam bulan, atau separuh program Sejuta Rumah Pemerintah, maka terjadi idle investasi bidang properti sekitar Rp150 triliun, yang sangat dibutuhkan untuk menggerakan roda perekonomian di bidang properti maupun keuangan,” terangnya.

Di masa pandemi Covid, sektor properti terbukti mampu menyerap puluhan juta tenaga kerja khususnya perumahan bagi MBR dan millenial. Selain itu, industri ini juga memacu pertumbuhan pada 170 sektor ikutan properti.

“Pemerintah memang perlu mendapatkan solusi terkait permasalahan PBG ini. Karena terhambatnya PBG juga akan berdampak pada naiknya backlog rumah,” ujar Daniel.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Angka ini tentu belum termasuk pertumbuhan keluarga baru yang diperkirakan sekitar 700.000 hingga 800.000 setiap tahunnya.

Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya Andre Bangsawan berpendapat pihaknya menyambut baik perpanjangan insentif PPN hingga September. Kendati demikian, adanya ketidakpastian pemberlakuan PBG di sekitar 500 kabupaten dan kota ini menjadi hambatan para pengembang.

“Padahal kalau dilihat kasus yang melanda ribuan developer aktif membangun terkait belum ada kepastian pemberlakuan PBG di 500 lebih kabupaten dan kota ini merupakan ancaman buruk bagi pengusaha properti yang sampai saat ini sebagian besar belum bisa melakukan akad. Aplikasi Sikumbang menolak dan dampaknya devoloper yang dirugikan,” tuturnya.

Sementara itu, Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat menuturkan insentif PPN DTP ini memang hanya dapat dimanfaatkan bagi rumah tapak maupun apartemen yang saat ini tengah dalam proses pembangunan dan diperkirakan selesai pada September mendatang selain yang ready stock.

Menurutnya, bagi rumah tapak dan apartemen yang tengah terkendala proses perizinan baik itu Amdal dan PBG ini memang sangat sulit mengejar untuk dapat memanfaatkan insentif PPN DTP.

“Yang saat ini tengah dalam proses perizinan untuk rumah tapak dan apartemen ini membutuhkan proses dan durasi cukup lama sehingga untuk dapat selesai pada bulan September mendatang memang akan sulit. Karena perizinan kan memenuhi standar kualifikasi pemerintah sehingga waktu yang lama,” terangnya.

Menurutnya, rumah atau unit apartemen yang belum laku terjual dan ready stock yang dapat memanfaatkan insentif PPN DTP. Dia menilai adanya terhambatnya permasalahan PBG ini tentu berdampak pertumbuhan sektor properti residensial khususnya dalam memaksimalkan serapan insentif PPN DTP.

Namun demikian, seberapa besar dampaknya permasalahan PBG terhadap insentif PPN DTP ini tidak terlalu tinggi. Hal ini dikarenakan pemberian insentif PPN DTP ini memiliki durasi waktu yang singkat sekitar 6 bulan dan bahkan saat ini 9 bulan sehingga memungkinkan adanya revisi dan penyesuaian atas masukan yang diberikan pengiat properti kepada pmerintah.

“Nantinya masukan tersebut bisa terkait kemudahan atas insentif berlaku seperti range harga, keberadaan unit dan lain-lain,” kata Syarifah.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit menuturkan adanya insentif PPN DTP yang diberikan pemerintah untuk residensial hingga September mendatang akan dapat meningkatkan penjualan properti di tahun ini. Adapun nilai penjualan bisnis perumahan secara keseluruhan dapat mencapai Rp110 triliun atau tumbuh 20 persen dari tahun lalu yang hanya mencapai Rp88 triliun.

“Pengembang bisa terus mengambil manfaat dari kebijakan PPN tahun ini. Pemerintah bisa menyelesaikan dan menyelaraskan kebijakan antara pusat dan daerah terkait penerapan PBG ini,” ucapnya.

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menuturkan permasalahan PBG yang belum usai akan berdampak pada stok pada rumah siap huni makin terbatas sehingga meningkatkan angka backlog hunian.

“Ini karena pembangunan baru belum dapat direalisasikan akibat terganjal ketiadaan perda mengenai PBG di hampir semua daerah,” tuturnya.

Sumber : bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only