Pendidikan dan Kesehatan Bisa Kena PPN Final

JAKARTA. Pemerintah tampaknya tetap akan memberlakukan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11% mulai April 2022. Bahkan, pemerintah juga berencana untuk mengenakan PPN atas beberapa sektor jasa yang selama ini bebas pungutan pajak tersebut.

Pekan lalu saat menggelar sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka peluang pengenaan PPN bagi sektor jasa pendidikan dan kesehatan. Kedua sektor ini, bakal dikenakan tarif khusus berupa PPN Final.

Nantinya, tarif PPN Final akan dipatok pada kisaran 1%, 2%, dan 3% dari peredaran usaha atau omzet yang nantinya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“Kualifikasinya apa? Barang atau jasa tertentu, di mana kita bisa menerapkan tarif PPN Final. Ini bisa pendidikan, kesehatan, atau bidang-bidang yang memberikan atau diberikan kekhususan oleh pemerintah,” kata Sri Mulyani, pekan lalu. Sayangnya, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai waktu penerapan PPN Final tersebut.

Sebelumnya, sesuai Pasal 4A Undang-Undang (UU) tentang PPN, jasa pendidikan dan kesehatan termasuk dalam jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Aturan ini diubah UU HPP, menjadi bukan pengecualian.

Hanya saja, keduanya dipindahkan ke Pasal 16 B yang antara lain mengatur sejumlah barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pungutan PPN Final terhadap sektor jasa pendidikan dan kesehatan berpotensi meningkatkan inflasi yang signifikan pada tahun ini. Alhasil, daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya bisa kembali tergerus.

“Bahkan, kami perkirakan inflasi bisa berada di batas atas kisaran sasaran, atau melampaui. Perkiraannya di antara 3,5% hingga 4,5% (year on year),” kata Bhima kepada KONTAN, Senin (14/3).

Jika PPN Final dikenakan, maka harga-harga sektor jasa pendidikan dan kesehatan tersebut akan meningkat. Sementara, kebutuhan masyarakat untuk berobat tidak bisa dielakkan meski pandemi sudah mulai melandai.

Ia juga khawatir, potensi lonjakan inflasi muncul karena pengusaha di layanan kesehatan, pendidikan, ataupun sektor lainnya yang bakal dikenakan PPN final akan menaikkan harga dasarnya.

“Mereka akan memandang ini sebagai kesempatan, ada momentum. Sehingga biaya kesehatan dan pendidikan meningkat. Jadi memang harus dipikirkan masak-masak untuk dua sektor ini harus dibebaskan dari PPN,” katanya.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyarankan agar tarif PPN final sebaiknya tidak lebih dari 1%. Tarif 1% tersebut, mengacu pada beberapa transaksi tertentu lainnya, seperti penjualan mobil bekas, jasa freight forwarding, atau jasa perjalanan wisata, sebagaimana diatur dalam UU PPN dan UU HPP.

“Pengenaan PPN final tidak lebih dari 1% juga agar tidak menimbulkan distorsi dan beban tambahan besar bagi konsumen,” kata Prianto.

Sumber : Harian Kontan Selasa 15 Maret 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only