Kenaikan Tarif PPN Bisa Tekan Penjualan Eceran

JAKARTA. Pelaku usaha perlu waspada. Penjualan eceran usai Lebaran berpotensi merosot. Selain normalisasi belanja masyarakat, hal tersebut disebabkan oleh kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11% mulai 1 April 2022 yang mengerek harga jual berbagai barang.

Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indonesia (BI), Indeks Penjualan Riil (IPR) bulan Februari 2022 mencapai 200, turun 4,5% ketimbang Januari 2022 dengan IPR 209,6. Menurut survei BI, penurunan tersebut dipengaruhi oleh turunnya permintaan masyarakat, pasokan yang lebih terbatas, dan kondisi cuaca yang kurang mendukung.

Pada bulan Maret 2022, IPR diperkirakan sedikit meningkat ke level 204 alias tumbuh 2% dari posisi Februari. Ini dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan masyarakat, sejalan dengan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kasus Covid-19 yang melandai, serta dimulainya persiapan bulan Ramadan.

Menurut laporan tersebut, peningkatan terjadi pada sebagian besar kelompok, terutama kelompok sandang yang tumbuh 3, suku cadang dan aksesori yang tumbuh 2,3%, barang budaya dan rekreasi yang tumbuh 2,6%, serta makanan, minuman, dan tembakau yang tumbuh 2,2%.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, kenaikan tarif PPN berdampak pada kenaikan harga produk yang bakal dirasakan masyarakat. “Terutama masyarakat kelas menengah bawah,” kata dia.

Meskipun demikian, ia mengharapkan, penyaluran batuan sosial oleh pemerintah bisa menahan daya beli masyarakat agar tidak turun. Ia juga berharap, kunjungan masyarakat ke pusat perbelanjaan pada tahun ini akan mencapai 70% hingga 80%, meski pada bulan Februari 2022 sempat turun menjadi 40%.

Alphonzus memperkiraan kunjungan ke pusat perbelanjaan 2022, lebih baik ketimbang tahun 2020 yang hanya 50% dan 20201 sebesar 60%.

Dorongan dari THR

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat, kinerja penjualan eceran pada periode Ramadan dan Lebaran berpotensi meningkat sesuai dengan pola musiman. Selain itu, adanya Tunjangan Hari Raya (THR) dan peningkatan mobilitas. “Ini mendorong konsumsi barang-barang ritel seperti pakaian jadi, makanan minuman, komponen otomotif yang lebih tinggi,” katanya, Senin (11/4).

Namun, Bhima khawatir kinerja penjualan eceran akan menurun setelah periode Lebaran. Hal ini seiring dengan normalisasi dan potensi peningkatan inflasi. Salah satunya, dipengaruhi oleh kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11%.

Menurut Bhima, setelah periode Lebaran, biasanya THR masyarakat sudah habis digunakan dan pendapatan masih belum sekuat pra pandemi Covid-19.

Di sisi lain, harga barang terus meroket. Belum lagi, ada potensi para pedagang yang memanfaatkan momen peningkatan tarif 11% dengan membulatkan harga barang untuk naik. “Ini akan berdampak pada penjualan ritel dan dampak yang paling terlihat di pembelian barang tahan lama seperti perlengkapan rumah tangga,” tambah Bhima.

Alhasil, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2022 juga bisa tertekan. Apalagi, kinerja penjualan eceran ini erat kaitannya dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang merupakan motor penggerak pertumbuhan domestik.

Menurut perhitungannya, pertumbuhan ekonomi di kuartal II – 2022 akan berada di kisaran 4% yoy hingga 5% yoy, atau melambat dari capaian pada kuartal II-2021 yang hingga 7,07% yoy.

Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz menghitung, kenaikan tarif PPN sebesar 1% ini akan mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga sekitar 0,32% hingga 0,51% dari patokan (baseline). Namun, ini baru akan terasa dalam kurun waktu dua tahun hingga tiga tahun ke depan.

Sumber : Harian Kontan Selasa 12 April 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only