Persiapan Penggunaan NIK Sebagai NPWP, DJP dan Dukcapil Lakukan Ini

JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) tengah melakukan persiapan sebelum NIK digunakan sebagai NPWP orang pribadi. Langkah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (8/6/2022).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan salah satu persiapan yang dimaksud adalah validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

“Karena ada juga yang masih double NPWP, atau NIK-nya lama atau salah. Itu harus dilakukan validasi. Ketika validasinya selesai, kita akan rencanakan [penggunaan NIK sebagai NPWP],” ujar Neilmaldrin.

Setelah validasi selesai, DJP akan melakukan transisi penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi. Pada masa transisi ini, wajib pajak orang pribadi dapat melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP.DJP juga dapat melakukan aktivasi NIK secara jabatan.

Seperti diketahui, kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi menjadi salah satu poin perubahan Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang masuk dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Selain mengenai penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, ada pula bahasan terkait dengan penerimaan perpajakan. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan pengiriman email imbauan terkait dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dari DJP.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan kendati NIK akan digunakan sebagai NPWP orang pribadi, otoritas menjamin kerahasiaan data wajib pajak akan tetap terjaga. Hal tersebut sudah menjadi amanat dari undang-undang.

“Kita ada Pasal 34 UU KUP. Itu tetap kita pegang. Tidak perlu ada kekhawatiran data akan ke mana-mana,” ujarnya. Simak pula ‘Penggunaan NIK Jadi NPWP OP, Ditjen Pajak: Tunggu PMK’.

Email Imbauan Soal PPS untuk Wajib Pajak

Jelang akhir Juni 2022, DJP kembali menyampaikan ajakan untuk memanfaatkan program yang menjadi amanat Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tersebut. Ajakan itu disampaikan melalui email bertajuk PPS Tinggal Sebentar Lagi. Ikuti PPS Banyak Manfaatnya.

Dalam hal Saudara sudah mengungkapkan seluruh harta ke dalam SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan, kami mengucapkan terima kasih dan pesan ini dapat diabaikan,” bunyi pesan dari Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor melalui email tersebut.

Outlook Penerimaan Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pelaksanaan APBN 2022 sejauh ini telah menunjukkan kinerja yang positif. Realisasi penerimaan negara hingga April 2022 sudah mencapai Rp853,6 triliun atau tumbuh 45,9% secara tahunan.

Menurutnya, penerimaan negara terus membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi dan naiknya harga berbagai komoditas global. Sri Mulyani menyebut outlook penerimaan negara 2022 akan mencapai Rp2.266,2 triliun atau lebih tinggi 22,8% dari target dalam UU APBN senilai Rp1.846,1 triliun. Angka itu terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.784,0 triliun dan PNBP 481,6 triliun.

Penambahan Barang Kena Cukai Baru

Ditjen Bea Cukai (DJBC) mengusulkan penundaan rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) hingga tahun depan. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan terdapat sejumlah pertimbangan penetapan barang kena cukai baru untuk ditunda, di antaranya seperti kondisi dunia usaha, tren pemulihan ekonomi, serta kebijakan fiskal tahun ini.

Insyaallah direkomendasikan dapat dilaksanakan di 2023. Melihat kondisi kegiatan usaha, dukungan ekonomi, serta prioritas kebijakan fiskal di 2022,” katanya. (DDTCNews)

Pajak atas Natura

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan pajak atas natura masih dalam proses pengundangan. Payung hukum tersebut diharapkan bisa segera terbit dalam waktu dekat.

“RPP-nya dalam proses pengundangan, mudah mudahan sebentar lagi terbit,” ujar Yon. (Kontan)

Faktur Pajak

Wajib pajak tidak perlu melakukan penyesuaian alamat pembeli di faktur pajak jika NPWP pusat tidak terdaftar pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM).

Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak, menegaskan Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022 terkait dengan ketentuan alamat di faktur pajak berlaku untuk pembeli yang pemusatan tempat PPN terutang di KPP BKM.

“Jika pembelinya terdaftar di KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus atau KPP Madya, maka nama dan NPWP diisi NPWP pusat, alamat diisi alamat cabang penerima barang. (Cabang harus ber-NPWP),” cuit Kring Pajak, dikutip pada Selasa (7/6/2022).

Jika NPWP pusat tidak terdaftar di KPP BKM atau cabang tidak ber-NPWP, sambung Kring Pajak, tidak perlu dilakukan penyesuaian alamat pada faktur pajak. Alamat diisi dengan alamat pembeli (NPWP pusat) sesuai dengan surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP.

Sumber: DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only